Pengumuman CPNS kabupaten Magetan tahun 2009 ini berdasarkan Naskah Pengumuman Bupati Magetan Nomor 810/770/403.203/2009 tanggal 23 oktober 2009 perihal Penerimaan CPNS Daerah Kabupaten Magetan tahun 2009.
Pendaftaran dibuka pada tanggal 26 Oktober 2009 sampai 09 Nopember 2009 melalui Pos. Dan untuk ujian tertulis dilaksanakan pada tanggal 21 Nopember 2009.
Materi ujian penyaringan CPNS daerah adalah Tes Kemampuan Dasar (TKD) yang terdiri dari Tes Pengetahuan Umum, Tes Bakat Skolastik dan Tes Kematangan kemudian juga Tes Kompetensi Bidang.
Lebih lengkapnya tentang pengumuman CPNS magetan tahun 2009 bisa dilihat di bawah ini. Semoga membantu.
Silahkan diklik untuk melihat.
# Pengumuman CPNS Magetan 2009 1
# Pengumuman CPNS Magetan 2009 2
# Pengumuman CPNS Magetan 2009 3
# Pengumuman CPNS Magetan 2009 4
# Pengumuman CPNS Magetan 2009 5
# Pengumuman CPNS Magetan 2009 6
# Pengumuman CPNS Magetan 2009 7
# Pengumuman CPNS Magetan 2009 8
# Pengumuman CPNS Magetan 2009 9
Jumat, 30 Oktober 2009
Jumat, 09 Oktober 2009
REKAYASA LALU LINTAS DAN PERSIMPANGAN JALAN
A. Persimpangan Jalan
Persimpangan jalan adalah simpul pada jaringan jalan dimana ruas jalan bertemu dan lintasan arus kendaraan berpotongan. Lalu lintas pada masing-masing kaki persimpangan menggunakan ruang jalan pada persimpangan secara bersama-sama dengan lalu lintas lainnya. Olehnya itu persimpangan merupakan faktor yang paling penting dalam menentukan kapasitas dan waktu perjalanan pada suatu jaringan jalan khususnya di daerah - daerah perkotaan.
Persimpangan merupakan tempat sumber konflik lalu lintas yang rawan terhadap kecelakaan karena terjadi konflik antara kendaraan dengan kendaraan lainnya ataupun antara kendaraan dengan pejalan kaki. Oleh karena itu merupakan aspek penting didalam pengendalian lalu lintas. Masalah utama yang saling kait mengkait pada persimpangan adalah :
a. Volume dan kapasitas, yang secara lansung mempengaruhi hambatan.
b. Desain geometrik dan kebebasan pandang
c. Kecelakaan dan keselamatan jalan, kecepatan, lampu jalan
d. Parkir, akses dan pembangunan umum
e. Pejalan kaki
f. Jarak antar simpang
Kinerja lalu lintas perkotaan dapat dinilai dengan menggunakan parameter lalu lintas berikut (Tamin, 2000)
a. Untuk ruas jalan dapat berupa NVK, Kecepatan dan kepadatan
b. Untuk persimpangan dapat berupa tundaan dan kapasitas sisa
c. Data kecelakaan lalu luntas dapat juga perlu dipertimbangkan
Tabel 1. Nilai NVK pada berbagai kondisi
NVK Keterangan
<0.8>1,0 Kondisi kritis
Sumber : Tamin (2000)
Menurut Jinca (2001) Pemecahan persoalan lalu lintas yang bersumber dari ketidak seimbangan antara Kapasitas (C) dan Volume (V) dapat ditempuh antara lain dengan menambah Kapasitas (C) dan atau mengurangi volume (V).
B. Jenis-Jenis Jersimpangan
Secara garis besarnya persimpangan terbagi dalam 2 bagian :
1. Persimpangan sebidang.
2. Persimpangan tak sebidang
Persimpangan sebidang adalah persimpangan dimana berbagai jalan atau ujung jalan masuk persimpangan mengarahkan lalu lintas masuk kejalan yang dapat belawanan dengan lalu lintas lainnya.
Pada persimpangan sebidang menurut jenis fasilitas pengatur lalu lintasnya dipisahkan menjadi 2 (dua) bagian :
1. Simpang bersinyal (signalised intersection) adalah persimpangan jalan yang pergerakan atau arus lalu lintas dari setiap pendekatnya diatur oleh lampu sinyal untuk melewati persimpangan secara bergilir.
2. Simpang tak bersinyal (unsignalised intersection) adalah pertemuan jalan yang tidak menggunakan sinyal pada pengaturannya.
Gambar 1. Berbagai jenis persimpangan jalan sebidang
Sumber : Morlok, E. K. (1991)
Sedangkan persimpangan tak sebidang, sebaiknya yaitu memisah-misahkan lalu lintas pada jalur yang berbeda sedemikian rupa sehingga persimpangan jalur dari kendaraan-kendaraan hanya terjadi pada tempat dimana kendaraan-kendaraan memisah dari atau bergabung menjadi satu lajur gerak yang sama. (contoh jalan layang), karena kebutuhan untuk menyediakan gerakan membelok tanpa berpotongan, maka dibutuhkan tikungan yang besar dan sulit serta biayanya yang mahal. Pertemuan jalan tidak sebidang juga membutuhkan daerah yang luas serta penempatan dan tata letaknya sangat dipengaruhi oleh topografi. Adapun contoh simpang susun disajikan secara visual pada gambar berikut.
Gambar 2. Beberapa contoh simpang susun jalan bebas hambatan.
Sumber Morlok, E.K, (1991)
Pergerakan arus lalu lintas pada persimpangan juga membentuk suatu manuver yang menyebabkan sering terjadi konflik dan tabrakan kendaraan. Pada dasarnya manuver dari kendaraan dapat dibagi atas 4 jenis, yaitu :
Gambar 3. Jenis-jenis dasar pergerakan (lanjutan)
1. Berpencar (diverging)
2. Bergabung (merging)
3. Bersilangan (weaving)
4. Berpotongan (crossing)
Sumber : Direktorat Bina Sistem Lalu Lintas & Angkutan Kota, (1999; hal.31)
C. Karakteristik Lalu Lintas
1. Arus lalu lintas jalan
Menurut Direktorat Jenderal Bina marga(1997), arus lalu lintas adalah jumlah kendaraan bermotor yang melalui titik tertentu persatuan waktu, dinyatakan dalam kendaraan perjam atau smp/jam. Arus lalu lintas perkotaan terbagi menjadi empat (4) jenis yaitu :
a. Kendaraan ringan / Light vihicle (LV)
Meliputi kendaraan bermotor 2 as beroda empat dengan jarak as 2,0–3,0 m (termasuk mobil penumpang, mikrobis, pick-up, truk kecil, sesuai sistem klasaifikasi Bina Marga)
b. Kendaraan berat/ Heave Vehicle (HV)
Meliputi kendaraan motor dengan jarak as lebih dari 3,5 m biasanya beroda lebih dari empat (termasuk bis, truk dua as, truk tiga as, dan truk kombinasi).
c. Sepeda Motor/ Motor cycle (MC)
Meliputi kendaraan bermotor roda 2 atau tiga (termasuk sepeda motor dan kendaraan roda tiga sesuai sistem klasifikasi Bina Marga)
d. Kendaraan Tidak Bermotor / Un Motorized (UM)
Meliputi kendaraan beroda yang menggunakan tenaga manusia, hewan, dan lain-lain (termasuk becak,sepeda,kereta kuda,kereta dorong dan lain-lain sesuai sistem klasifikasi Bina Marga).
2. Volume Lalu lintas
Volume lalu lintas menunjukkan jumlah kendaraan yang melintasi suatu titik pengamatan dalam satu satuan waktu. Volume lalu lintas dapat dihitung dengan menggunakan rumus (Morlok, E.K. 1991) berikut :
(1)
Dimana : q = volume lalu lintas yang melalui suatu titik
n = jumlah kendaraan yang melalui titik itu dalam interval waktu pengamatan
t = interval waktu pengamatan
3. Kecepatan
Kecepatan merupakan besaran yang menunjukkan jarak yang ditempuh kendaraan dibagi waktu tempuh. Kecepatan dapat diukur sebagai kecepatan titik, kecepatan perjalanan, kecepatan ruang dan kecepatan gerak. Kelambatan merupakan waktu yang hilang pada saat kendaran berhenti, atau tidak dapat berjalan sesuai dengan kecepatan yang diinginkan karena adanya sistem pengendali atau kemacetan lalu-lintas. Adapun rumus untuk menghitung kecepatan (Morlok, E.K. 1991) :
(2)
Dimana : V = kecepatan (km/jam, m/det)
d = jarak tempuh (km, m)
t = waktu tempuh (jam, detik)
4. Kepadatan
Kepadatan adalah jumlah rata-rata kendaraan persatuan panjang jalur gerak dalam waktu tertentu, dan dapat dihitung dengan rumus (Morlok, E. K. 1991) berikut :
(3)
Dimana : K = kepadatan (kend/km)
n = jumlah kendaraan di jalan
L = panjang jalan (km)
5. Kapasitas
Kapasitas jalan adalah jumlah kendaraan maksimum yang dapat melewati suatu jalan pada jalur jalan selama 1 jam dengan kondisi serta arus lalu lintas tertentu. Penghitungan kapasitas suatu ruas jalan perkotaan (MKJI 1997) sebagai berikut :
C = Co x FCw x FCsp x FCsf x FCcs (4)
dimana :
C = kapasitas ruas jalan (smp/jam)
Co = kapasitas dasar (smp/jam)
FCw = faktor penyesuaian lebar jalur lalu lintas
FCsp = faktor penyesuaian pemisahan arah
FCsf = faktor penyesuaian hambatan samping
FCcs = faktor penyesuaian ukuran kota
Penentu kapasitas dasar (Co) jalan ditentukan berdasarkan tipe jalan dan jumlah jalur, terbagi atau tidak terbagi, seperti dalam tabel 4.
Tabel 2. Kapasitas (Co)
No Tipe Jalan Kapasitas Dasar
(smp/jam) Keterangan
1 Empat lajur terbagi 1650 Perlajur
2 Empat lajur tidak terbagi (4/2 UD) 1500 Perlajur
3 Dua lajur tidak terbagi (2/2 UD) 2900 Total untuk dua arah
(Sumber: ( MKJI 1997)
6. Derajat Kejenuhan
Derajat kejenuhan (DS) didefenisikan sebagai rasio arus lalu lintas terhadap kapasitas, yang digunakan sebagai faktor utama dalam penentuan tingkat kinerja simpang dan segmen jalan. Nilai DS menunjukkan apakah segmen jalan tersebut mempunyai masalah kapasitas atau tidak. Untuk menghitung derajat kejenuhan pada suatu ruas jalan perkotaan dengan rumus (MKJI 1997) sebagai berikut :
DS = Q/C (5)
dimana :
DS = Derajat kejenuhan
Q = Arus maksimum (smp/jam)
C = Kapasitas (smp/jam)
D. Hambatan Samping
Hambatan samping adalah dampak terhadap kinerja lalu lintas dari aktifitas samping segmen jalan. Banyaknya aktifitas samping jalan sering menimbulkan berbagai konflik yang sagat besar pengaruhnya terhadap kelancaran lalu lintas.
Adapun factor-faktor yang mempengaruhi nilai kelas hambatan samping dengan frekwesi bobot kejadian per jam per 200 meter dari segmen jalan yang diamati, pada kedua sisi jalan.(MKJI 1997) seperti tabel berikut : Tabel 3. Penentuan tipe fekwensi kejadian hambatan samping
Tipe kejadian hambatan samping Simbol Faktor bobot
Pejalan kaki PED 0,5
Kendaraan parkir PSV 1.0
Kendaraan masuk dan keluar sisi jalan EEV 0.7
Kendaraan lambat SMV 0.4
Sumber : (MKJI 1997)
Untuk mengetahiu nilai kelas hanmbatan samping, maka tingkat hambatan samping telah dikelompokkan dalam 5 kelas dari yang sangat rendah sampai tinggi dan sangat tinggi.
Tabel 4. Nilai kelas hambatan samping
Kelas Hambatan samping (SCF) Kode Jumlah kejadian per 200 m perjam Kondisi Daerah
Sangat rendah VL <100>900 Daerah komersial; aktifitas pasar di samping jalan
Sumber : (MKJI 1997)
Dalam menentukan nilai Kelas hambatan samping digunakan rumus (MKJI 1997) :
SCF = PED + PSV + EEV + SMV
Dimana :
SFC = Kelas Hambatan samping
PED = Frekwensi pejalan kaki
PSV = Frekwensi bobot kendaraan parkir
EEV = Frekwensi bobot kendaraan masuk/keluar sisi jalan.
SMV = Frekwensi bobot kendaraan lambat
1. Faktor Pejalan Kaki.
Aktifitas pejalan kaki merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi nilai kelas hambatan samping, terutama pada daerah-daerah yang merupakan kegiatan masyarakat seperti pusat-pusat perbelanjaan. Banyak jumlah pejalan kaki yang menyebrang atau berjalan pada samping jalan dapat menyebabkan laju kendaraan menjadi terganggu. Hal ini semakin diperburuk oleh kurangnya kesadaran pejalan kaki untuk menggunakan fasilitas-fasilitas jalan yang tersedia, seperti trotoar dan tempat-tempat penyeberangan.
2. Faktor kendaraan parkir dan berhenti
Kurangnya tersedianya lahan parkir yang memadai bagi kendaraan dapat menyebabkan kendaraan parkir dan berhenti pada samping jalan. Pada daerah-daerah yang mempunyai tingkat kepadatan lalu lintas yang cukup tinggi, kendaraan parkir dan berhenti pada samping jalan dapat memberikan pengaruh terhadap kelancaran arus lalu lintas.
Kendaraan parkir dan berheti pada samping jalan akan mempengaruhi kapasitas lebar jalan dimana kapasitas jalan akan semakin sempit karena pada samping jalan tersebut telah diisi oleh kendaraan parkir dan berhenti.
3. Faktor kendaraan masuk/keluar pada samping jalan
Banyaknya kendaraan masuk/keluar pada samping jalan sering menimbulkan berbagai konflik terhadap arus lalu lintas perkotaan. Pada daerah-daerah yang lalu lintasnya sangat padat disertai dengan aktifitas masyarakat yang cukup tinggi, kondisi ini sering menimbulkan masalah dalam kelancaran arus lalu lintas. Dimana arus lalu lintas yang melewati ruas jalan tersebut menjadi terganggu yang dapat mengakibatkan terjadinya kemacetan.
4. Faktor kendaraan lambat
Yang termasuk dalam kendaraan lambat adalah becak, gerobak dan sepeda. Laju kendaraan yang berjalan lambat pada suatu ruas jalan dapat menggaggu aktifitas-aktifitas kendaraan yang yang melewati suatu ruas jalan. Oleh karena itu kendaraan lambat merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi tinggi rendahnya nilai kelas hambatan samping.
E. Tingkat Pelayanan Jalan
Tingkat pelayanan adalah suatu ukuran yang digunakan untuk mengetahui kualitas suatu ruas jalan tertentu dalam melayani arus lalu lintas yang melewatinya. Hubungan antara kecepatan dan volume jalan perlu di ketahui karena kecepatan dan volume merupakan aspek penting dalam menentukan tingkat pelayanan jalan. Apabilah volume lalu lintas pada suatu jalan meningkat dan tidak dapat mempertahankan suatu kecepatan konstan, maka pengemudi akan mengalami kelelahan dan tidak dapat memenuhi waktu perjalan yang direncanakan.
Menurut Warpani, (2002), Tingkat pelayanan adalah ukuran kecepatan laju kendaraan yang dikaitkan dengan kondisi dan kapasitas jalan.
Morlok (1991), mengatakan, ada beberapa aspek penting lainnya yang dapat mempengaruhi tingkat pelayanan jalan antara lain : kenyamanan, keamanan, keterandalan, dan biaya perjalanan (tarif dan bahan bakar). Tingkat pelayanan jalan di klasifikasikan yang terdiri dari enam (6) tingkatan yang terdiri dari Tingkat pelayanan A sampai denhan dengan tingkat pelayanan F. Selanjutnya tingkat pelayanan dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 5. Standar tingkat pelayanan jalan
Tingkat
Pelayanan jalan Kecepatan Ideal
(km/jam) Karasteristik
A > 48,00 Arus bebas, volume rendah, kecepatan tinggi, pengemudi dapat memilih kecepatan yang dikehendaki
B 40,00 – 48,00 Arus stabil, volume sesuai untuk jalan luar kota, kecepatan terbatas
C 32,00 – 40,00 Arus stabil, volume sesuai untuk jalan kota, kecepatan dipengaruhi oleh lalulintas
D 25,60 – 32,00 Mendekati arus tidak stabil, kecepatan rendah
E 22,40 – 25,60 Arus tidak stabil, volume mendekati kapasitas, kecepatan rendah
F 0,00 – 22,40 Arus terhambat, kecepatan rendah, volume di atas kapasitas, banyak berhenti
Sumber : Morlok , E. K. (1991)
F. Kinerja Simpang Bersinyal
1. Lampu Lalu Lintas
Lampu lalu lintas adalah peralatan yang dioperasikan secara mekanis, atau electrik untuk memerintahkan kendaraan-kendaraan agar berhenti atau berjalan. Peralatan standar ini terdiri dari sebuah tiang, dan kepala lampu dengan tiga lampu yang warnanya beda (merah, kuning, hijau)
Tujuan dari pemasangan lampu lalu lintas MKJI (1997) adalah :
a. Menghindari kemacetan simpang akibat adanya konflik arus lalu lintas yang berlawnan, sehingga kapasitas persimpangan dapat dipertahankan selama keadaan lalu lintas puncak.
b. Menurunkan tingkat frekwensi kecelakaan
c. Mempermudah menyeberangi jalan utama bagi kendaraan dan/ atau pejalan kaki dari jalan minor.
Lampu lalu lintas dipasang pada suatu persimpangan berdasarkan alasan spesifik ( C. Jotin Khisty and B. Ken Lall, 2003 ) :
a. Untuk meningkatkan keamanan sistem secara keseluruhan.
b. Untuk mengurangi waktu tempuh rata-rata disebuah persimpangan, sehingga meningkatkan kapasitas.
c. Untuk menyeimbangkan kualitas pelayanan di seluruh aliran lalu lintas.
Pengaturan simpang dengan sinyal lalu lintas termasuk yang paling efektif, terutama untuk volume lalu lintas pada kaki simpang yang relatif tinggi. Pengaturan ini dapat mengurangi atau menghilangkan titik konflik pada simpang dengan memisahkan pergerakan arus lalu lintas pada waktu yang berbeda (Alamsyah, 2005)
Beberapa istilah yang digunakan dalam operasional lampu persimpangan bersinyal (Liliani, 2002)) :
a. Siklus, urutan lengkap suatu lampu lalu lintas
b. Fase (phase), adalah bagian dari suatu siklus yang dialokasikan untuk kombinasi pergerakan secara bersamaan.
c. Waktu Hijau Efektif, adalah periode waktu hijau yang dimanfaatkan pergerakan pada fase yang bersangkutan.
e. Waktu Antar Hijau, waktu antara lampu hijau untuk satu fase dengan awal lampu hijau untuk fase lainnya.
f. Rasio Hijau, perbandingan antara waktu hijau efektif dan panjang siklus.
g. Merah Efektif, waktu selama suatu pergerakan atau sekelompok pergerakan secara efektif tidak diijinkan bergerak, dihitung sebagai panajng siklus dikurangi waktu hijau efektif.
h. Lost Time, waktu hilang dalam suatu fase karena keterlambatan start kendaraan dan berakhirnya tingkat pelepasan kendaraan yang terjadi selama waktu kuning.
2. Geometrik Persimpangan
Geometrik persimpangan merupakan dimensi yang nyata dari suatu persimpangan. Oleh karenanya perlu di ketahui beberapa defenisi berikut ini :
1. Approach (kaki persimpangan), yaitu daerah pada persimpangan yang digunakan untuk antrian kendaraan sebelum menyeberangi garis henti.
2. Approach width (WA) yaitu lebar approach atau lebar kaki persimpangan
3. Entry Width (Qentry) yaitu lebar bagian jalan pada approach yang digunakan untuk memasuki persimpangan, diukur pada garis perhentian
4. Exit width (Wexit) yaitu lebar bagian jalan pada approach yang digunakan kendaraan untuk keluar dari persimpangan
5. Width Left Turn On Red (WLTOR) yaitu lebar approach yang digunakan kendaraan untuk belok kiri pada saat lampu merah
Untuk kelima hal tersebut diatas dapat dilihat dalam gambar berikut :
Gambar 4. Geometrik Persimpangan Dengan Lampu Lalu Lintas
6. Effective approach width (We) yaitu lebar efektif kaki persimpangan yang dijelaskan dalam gambar berikut : (MKJI 1997)
a) untuk approach tipe O dan P
Gambar 5. Lebar Efektif Kaki Persimpangan
jika WLTOR > 2 m, maka : We = WA – WLTOR atau
We = Wentry, (digunakan nilai terkecil)
jika WLTOR < we =" WA" we =" Wentry," wexit =" Wentry" prt =" rasio" plt =" rasio" pltor =" rasio" lav =" jarak" lev =" panjang" vav =" kecepatan" vav ="10" vev =" 10" lev =" 5" lti =" " i =" " q =" QST)"> 250 smp/jam :
QRT < qrto =" 250" s =" SPROV-(QRTO"> 250 smp/jam : a. Tentukan SPROV pada QRTO dan QRT = 250
b.Tentukan S sesungguhnya sebagai
S = SPROV - (QRTO + QRT – 500) x 2
- Jika QRTO <> 250 smp/jam : tentukan S seperti pada QRT = 250
2. Lajur belok kanan terpisah
- Jika QRTO > 250 smp/jam :
QRT <> 250 smp/jam : Tentukan SPROV pada QRTO dan QRT = 250
- Jika QRTO <> 250 smp/jam : tentukan S dengan ekstrapolasi.
3. Faktor-Faktor Penyesuaian
Faktor-faktor penyesuaian untuk nilai arus jenuh dasar pada kedua tipe pendekat P dan O adalah sebagai berikut :
a. Faktor penyesuaian ukuran kota ditentukan dengan tabel berikut sebagai fungsi dari ukuran kota.
Tabel 7. Faktor Penyesuaian Ukuran Kota
Penduduk kota
(juta jiwa) Faktor penyesuaian ukuran kota
(Fcs)
> 3.0
1.0 – 3.0
0.5 – 1.0
0.1 – 0.5
<> 0.25
Komersial Tinggi
Sedang
Rendah
Terlawan
Terlindung
Terlawan
Terlindung
Terlawan
terlindung 0.93
0.93
0.94
0.94
0.95
0.95 0.88
0.91
0.89
0.92
0.90
0.93 0.84
0.88
0.85
0.89
0.86
0.90 0.79
0.87
0.80
0.88
0.81
0.89 0.74
0.85
0.75
0.86
0.76
0.87 0.7
0.81
0.71
0.82
0.72
0.83
Pemukiman Tinggi
Sedang
Rendah
Terlawan
Terlindung
Terlawan
Terlindung
Terlawan
terlindung 0.96
0.96
0.97
0.97
0.98
0.98 0.91
0.94
0.92
0.95
0.93
0.96 0.86
0.92
0.87
0.93
0.88
0.94 0.81
0.89
0.82
0.90
0.83
0.91 0.78
0.86
0.79
0.87
0.80
0.88 0.72
0.84
0.73
0.85
0.74
0.86
Akses terbatas Tinggi/sedng/rendah Terlawan
terlindung 1.00
1.00 0.95
0.98 0.90
0.95 0.85
0.93 0.80
0.90 0.75
0.88
Sumber : MKJI (1997)
c. Faktor penyesuaian kelandaian sebagai fungsi dari kelandaian (MKJI 1997)
d. Faktor penyesuian parkir sebagai fungsi jarak dari garis henti sampai kendaraan yang diparkir pertama. Faktor ini juga dapat dihitung dari rumus berikut :
Fp = ( Lp/3 – (WA - 2) x (Lp/3 – g) / WA / g …. (8)
Dimana :
Lp = jarak antara garis henti dan kendaraan yang diparkir pertama (m) atau panjang dari lajur pendek
WA = lebar pendekat (m)
g = waktu hijau pada pendekat
1. Faktor-faktor penyesuaian untuk nilai arus jenuh dasar untuk pendekat tipe P adalah sebagai berikut : (MKJI, 1997)
a. Faktor penyesuaian belok kanan (FRT) dapat ditentukan sebagai fungsi dari rasio kendaraan belok kanan PRT. Untuk pendekat tipe P, tanpa median, jalan dua arah, lebar efektif ditentukan oleh lebar masuk
FRT = 1.0 + PRT x 0.26…………………… (9)
b. Faktor penyesuaian belok kiri (FLT) ditentukan sebagai fungsi dari rasio belok kiri PLT. Untuk pendekat tipe P, tanpa LTOR, lebar efektif ditentukan oleh lebar masuk
FLT = 1.0 – PLT x 0.16……………… … (10)
4. Arus Jenuh
Sebuah studi tentang bergeraknya kendaraan melewati garis henti disebuah persimpangan menunjukkan bahwa ketika lampu hijau mulai menyala, kendaraan membutuhkan waktu beberapa saat untuk mulai bergerak dan melakukan percepatan menuju kecepatan normal, setelah beberapa detik, antrian kendaraan mulai bergerak pada kecepatan yang relative konstan, ini disebut Arus jenuh.
MKJI menjelaskan Arus jenuh biasanya dinyatakan sebagai hasil perkalian dari arus jenuh dasar (So) yaitu arus jenuh pada keadaan standar, dengan faktor penyesuaian (F) untuk penyimpangan dari kondisi sebenarnya, dari suatu kumpulan kondisi-kondisi (ideal) yang telah ditetapkan sebelumnya.
S = So x Fcs x FSF x FG x FP x FRT x FLT (11)
Dimana :
So = Arus jenuh dasar
Fcs = Faktor penyesuaian ukuran kota, berdasarkan jumlah penduduk.
FRsu = Faktor penyesuaian tipe lingkungan jalan dan hambatan samping.
FG = Faktor Kelandaian Jalan.
Fp = Faktor penyesuaian parkir.
Flt = Faktor penyesuaian belok kiri
Frt = Faktor penyesuaian belok kanan
5. Rasio Arus
Ada beberapa langkah dalam menentukan rasio arus jenuh yaitu :
a. Arus lalu lintas masing-masing pendekat (Q)
1. Jika We = Wkeluar, maka hanya gerakan lurus saja yang dimasukkan dalam nilai Q
2. Jika suatu pendekat mempunyai sinyal hijau dalam dua fase, yang satu untuk arus terlawan (Q) dan yang lainnya arus terlindung (P), maka gabungan arus lalu lintas sebaiknya dihitung sebagai smp rata-rata berbobot untuk kondisi terlawan dan terlindung dengan cara yang sama seperti pada perhitungan arus jenuh.
b. Rasio arus (FR) masing-masing pendekat :
FR = Q / S………………………… (12)
c. Menentukan tanda rasio arus kritis (FRCRLT) tertinggi pada masing-masing fase
d. Rasio arus simpang (IFR) sebagai jumlah dari nilai-nilai FRCRLT
IFR = (FRCRLT)…………………… (13)
e. Rasio fase (PR) masing-masing fase sebagai rasio antara FRCRLT dan IFR
PR = FRCRLT / IFR…………….. (14)
6. Waktu Siklus Dan Waktu Hijau
Panjang waktu siklus pada fixed time operation tergantung dari volume lalu lintas. Bila volume lalu lintas tinggi waktu siklus lebih panjang.
Panjang waktu siklus mempengaruhi tundaan kendaraan rata-rata yang melewati persimpangan. Bila waktu siklus pendek, bagian dari waktu siklus yang terambil oleh kehilangan waktu dalam periode antar hijau dan kehilangan waktu awal menjadi tinggi, menyebabkan pengatur sinyal tidak efisien. Sebaliknya bila waktu siklus panjang, kendaraan yang menunggu akan lewat pada awal periode hijau dan kendaraan yang lewat pada akhir periode hijau mempunyai waktu antara yang besar.
1. Waktu siklus sebelum penyesuaian
Waktu siklus sebelum penyesuaian (Cua) untuk pengendalian waktu tetap. (MKJI, 1997)
Cua = (1.5 x LTI + 5) / (1 – IFR)………… (15)
dimana :
Cua = waktu siklus sebelum penyesuaian sinyal (det)
LTI = waktu hilang total persiklus (det)
IFR = rasio arus simpang (FRCRLT)
Tabel di bawah ini memberikan waktu siklus yang disarankan untuk keadaan yang berbeda :
Tabel 9. Waktu siklus yang disarankan
Tipe Pengaturan Waktu Siklus Yang Layak (det)
Pengaturan dua fase
Pengaturan tiga fase
Pengaturan empat fase 40 – 80
50 – 100
80 - 130
Sumber : MKJI (1997)
2. Waktu hijau
Waktu hijau (g) untuk masing-masing fase :
gi = (Cua – LTI) x PRi…… (16)
Dimana : gi = tampilan waktu hijau pada fase I (det)
Cua = waktu siklus sebelum penyesuaian (det)
LTI = waktu hilang total persiklus
PRi = rasio fase FRCRLT / (FRCRLT)
3. Waktu siklus yang disesuaikan
Waktu siklus yang disesuaikan (c) sesuai waktu hijau yang diperoleh dan waktu hilang (LTI) :
c = g + LTI…………… (17)
Komponen-komponen waktu siklus meliputi :
a.. Waktu hijau, yaitu waktu nyala hijau pada suatu periode pendekat
(detik).
b. Waktu Kuning (Amber) adalah waktu kuning dinyalakan setelah hijau dari suatu pendekat (detik).
c. Waktu Merah semua (All Red) adalah waktu dimana sinyal merah menyala bersamaan dalam pendekat-pendekat yang dilayani oleh fase sinyal yang berlawanan.
d. Waktu Antar hijau (Intergreen) adalah periode kuning dan waktu merah semua (all red) yang merupakan transisi dari hijau ke merah untuk setiap fase sinyal.
7. Kapasitas
Kapasitas adalah jumlah maksimum arus kendaraan yang dapat melewati persimpangan jalan (intersection).
Menghitung kapasitas masing-masing pendekat :
C = S x g/c…………………………… … (18)
Dimana :
C = Kapasitas (smp/jam)
S = Arus jenuh (smp/jam)
g = Waktu hijau (detik)
c = Waktu siklus (detik)
Menghitung derajat kejenuhan masing-masing pendekat :
DS = Q / C……………………………… (19)
Dimana :
DS = Derajat kejenuhan
Q = Arus lalu lintas (smp/jam)
C = Kapsitas (smp/jam)
8. Perilaku Lalu Lintas
Dalam menentukan perilaku lalu lintas pada persimpangan bersinyal dapat ditetapkan berupa panjang antrian, jumlah kendaraan terhenti dan tundaan.
a. Panjang Antrian
1. Untuk menghitung jumlah antrian yang tersisa dari fase hijau sebelumnya digunakan hasil perhitungan derajat kejenuhan yang tersisa dari fase hijau sebelumnya. (MKJI, 1997)
Untuk DS > 0.5 :
(20)
Untuk DS < ds =" 0.5" nq1 =" 0" nq1 =" jumlah" ds =" derajat" c =" kapasitas" nq2 =" jumlah" ds =" derajat" gr =" rasio" c =" waktu" qmasuk =" arus" nq =" NQ1" c =" waktu" q =" arus" nsv =" Q" dt =" tundaan" c =" waktu" a =" ," gr =" rasio" ds =" derajat" nq1 =" jumlah" c =" kapasitas" dgj =" (1" dgj =" tundaan" psv =" rasio" pt =" rasio"> 60
Sumber : Tamin (2000)
Download File
Persimpangan jalan adalah simpul pada jaringan jalan dimana ruas jalan bertemu dan lintasan arus kendaraan berpotongan. Lalu lintas pada masing-masing kaki persimpangan menggunakan ruang jalan pada persimpangan secara bersama-sama dengan lalu lintas lainnya. Olehnya itu persimpangan merupakan faktor yang paling penting dalam menentukan kapasitas dan waktu perjalanan pada suatu jaringan jalan khususnya di daerah - daerah perkotaan.
Persimpangan merupakan tempat sumber konflik lalu lintas yang rawan terhadap kecelakaan karena terjadi konflik antara kendaraan dengan kendaraan lainnya ataupun antara kendaraan dengan pejalan kaki. Oleh karena itu merupakan aspek penting didalam pengendalian lalu lintas. Masalah utama yang saling kait mengkait pada persimpangan adalah :
a. Volume dan kapasitas, yang secara lansung mempengaruhi hambatan.
b. Desain geometrik dan kebebasan pandang
c. Kecelakaan dan keselamatan jalan, kecepatan, lampu jalan
d. Parkir, akses dan pembangunan umum
e. Pejalan kaki
f. Jarak antar simpang
Kinerja lalu lintas perkotaan dapat dinilai dengan menggunakan parameter lalu lintas berikut (Tamin, 2000)
a. Untuk ruas jalan dapat berupa NVK, Kecepatan dan kepadatan
b. Untuk persimpangan dapat berupa tundaan dan kapasitas sisa
c. Data kecelakaan lalu luntas dapat juga perlu dipertimbangkan
Tabel 1. Nilai NVK pada berbagai kondisi
NVK Keterangan
<0.8>1,0 Kondisi kritis
Sumber : Tamin (2000)
Menurut Jinca (2001) Pemecahan persoalan lalu lintas yang bersumber dari ketidak seimbangan antara Kapasitas (C) dan Volume (V) dapat ditempuh antara lain dengan menambah Kapasitas (C) dan atau mengurangi volume (V).
B. Jenis-Jenis Jersimpangan
Secara garis besarnya persimpangan terbagi dalam 2 bagian :
1. Persimpangan sebidang.
2. Persimpangan tak sebidang
Persimpangan sebidang adalah persimpangan dimana berbagai jalan atau ujung jalan masuk persimpangan mengarahkan lalu lintas masuk kejalan yang dapat belawanan dengan lalu lintas lainnya.
Pada persimpangan sebidang menurut jenis fasilitas pengatur lalu lintasnya dipisahkan menjadi 2 (dua) bagian :
1. Simpang bersinyal (signalised intersection) adalah persimpangan jalan yang pergerakan atau arus lalu lintas dari setiap pendekatnya diatur oleh lampu sinyal untuk melewati persimpangan secara bergilir.
2. Simpang tak bersinyal (unsignalised intersection) adalah pertemuan jalan yang tidak menggunakan sinyal pada pengaturannya.
Gambar 1. Berbagai jenis persimpangan jalan sebidang
Sumber : Morlok, E. K. (1991)
Sedangkan persimpangan tak sebidang, sebaiknya yaitu memisah-misahkan lalu lintas pada jalur yang berbeda sedemikian rupa sehingga persimpangan jalur dari kendaraan-kendaraan hanya terjadi pada tempat dimana kendaraan-kendaraan memisah dari atau bergabung menjadi satu lajur gerak yang sama. (contoh jalan layang), karena kebutuhan untuk menyediakan gerakan membelok tanpa berpotongan, maka dibutuhkan tikungan yang besar dan sulit serta biayanya yang mahal. Pertemuan jalan tidak sebidang juga membutuhkan daerah yang luas serta penempatan dan tata letaknya sangat dipengaruhi oleh topografi. Adapun contoh simpang susun disajikan secara visual pada gambar berikut.
Gambar 2. Beberapa contoh simpang susun jalan bebas hambatan.
Sumber Morlok, E.K, (1991)
Pergerakan arus lalu lintas pada persimpangan juga membentuk suatu manuver yang menyebabkan sering terjadi konflik dan tabrakan kendaraan. Pada dasarnya manuver dari kendaraan dapat dibagi atas 4 jenis, yaitu :
Gambar 3. Jenis-jenis dasar pergerakan (lanjutan)
1. Berpencar (diverging)
2. Bergabung (merging)
3. Bersilangan (weaving)
4. Berpotongan (crossing)
Sumber : Direktorat Bina Sistem Lalu Lintas & Angkutan Kota, (1999; hal.31)
C. Karakteristik Lalu Lintas
1. Arus lalu lintas jalan
Menurut Direktorat Jenderal Bina marga(1997), arus lalu lintas adalah jumlah kendaraan bermotor yang melalui titik tertentu persatuan waktu, dinyatakan dalam kendaraan perjam atau smp/jam. Arus lalu lintas perkotaan terbagi menjadi empat (4) jenis yaitu :
a. Kendaraan ringan / Light vihicle (LV)
Meliputi kendaraan bermotor 2 as beroda empat dengan jarak as 2,0–3,0 m (termasuk mobil penumpang, mikrobis, pick-up, truk kecil, sesuai sistem klasaifikasi Bina Marga)
b. Kendaraan berat/ Heave Vehicle (HV)
Meliputi kendaraan motor dengan jarak as lebih dari 3,5 m biasanya beroda lebih dari empat (termasuk bis, truk dua as, truk tiga as, dan truk kombinasi).
c. Sepeda Motor/ Motor cycle (MC)
Meliputi kendaraan bermotor roda 2 atau tiga (termasuk sepeda motor dan kendaraan roda tiga sesuai sistem klasifikasi Bina Marga)
d. Kendaraan Tidak Bermotor / Un Motorized (UM)
Meliputi kendaraan beroda yang menggunakan tenaga manusia, hewan, dan lain-lain (termasuk becak,sepeda,kereta kuda,kereta dorong dan lain-lain sesuai sistem klasifikasi Bina Marga).
2. Volume Lalu lintas
Volume lalu lintas menunjukkan jumlah kendaraan yang melintasi suatu titik pengamatan dalam satu satuan waktu. Volume lalu lintas dapat dihitung dengan menggunakan rumus (Morlok, E.K. 1991) berikut :
(1)
Dimana : q = volume lalu lintas yang melalui suatu titik
n = jumlah kendaraan yang melalui titik itu dalam interval waktu pengamatan
t = interval waktu pengamatan
3. Kecepatan
Kecepatan merupakan besaran yang menunjukkan jarak yang ditempuh kendaraan dibagi waktu tempuh. Kecepatan dapat diukur sebagai kecepatan titik, kecepatan perjalanan, kecepatan ruang dan kecepatan gerak. Kelambatan merupakan waktu yang hilang pada saat kendaran berhenti, atau tidak dapat berjalan sesuai dengan kecepatan yang diinginkan karena adanya sistem pengendali atau kemacetan lalu-lintas. Adapun rumus untuk menghitung kecepatan (Morlok, E.K. 1991) :
(2)
Dimana : V = kecepatan (km/jam, m/det)
d = jarak tempuh (km, m)
t = waktu tempuh (jam, detik)
4. Kepadatan
Kepadatan adalah jumlah rata-rata kendaraan persatuan panjang jalur gerak dalam waktu tertentu, dan dapat dihitung dengan rumus (Morlok, E. K. 1991) berikut :
(3)
Dimana : K = kepadatan (kend/km)
n = jumlah kendaraan di jalan
L = panjang jalan (km)
5. Kapasitas
Kapasitas jalan adalah jumlah kendaraan maksimum yang dapat melewati suatu jalan pada jalur jalan selama 1 jam dengan kondisi serta arus lalu lintas tertentu. Penghitungan kapasitas suatu ruas jalan perkotaan (MKJI 1997) sebagai berikut :
C = Co x FCw x FCsp x FCsf x FCcs (4)
dimana :
C = kapasitas ruas jalan (smp/jam)
Co = kapasitas dasar (smp/jam)
FCw = faktor penyesuaian lebar jalur lalu lintas
FCsp = faktor penyesuaian pemisahan arah
FCsf = faktor penyesuaian hambatan samping
FCcs = faktor penyesuaian ukuran kota
Penentu kapasitas dasar (Co) jalan ditentukan berdasarkan tipe jalan dan jumlah jalur, terbagi atau tidak terbagi, seperti dalam tabel 4.
Tabel 2. Kapasitas (Co)
No Tipe Jalan Kapasitas Dasar
(smp/jam) Keterangan
1 Empat lajur terbagi 1650 Perlajur
2 Empat lajur tidak terbagi (4/2 UD) 1500 Perlajur
3 Dua lajur tidak terbagi (2/2 UD) 2900 Total untuk dua arah
(Sumber: ( MKJI 1997)
6. Derajat Kejenuhan
Derajat kejenuhan (DS) didefenisikan sebagai rasio arus lalu lintas terhadap kapasitas, yang digunakan sebagai faktor utama dalam penentuan tingkat kinerja simpang dan segmen jalan. Nilai DS menunjukkan apakah segmen jalan tersebut mempunyai masalah kapasitas atau tidak. Untuk menghitung derajat kejenuhan pada suatu ruas jalan perkotaan dengan rumus (MKJI 1997) sebagai berikut :
DS = Q/C (5)
dimana :
DS = Derajat kejenuhan
Q = Arus maksimum (smp/jam)
C = Kapasitas (smp/jam)
D. Hambatan Samping
Hambatan samping adalah dampak terhadap kinerja lalu lintas dari aktifitas samping segmen jalan. Banyaknya aktifitas samping jalan sering menimbulkan berbagai konflik yang sagat besar pengaruhnya terhadap kelancaran lalu lintas.
Adapun factor-faktor yang mempengaruhi nilai kelas hambatan samping dengan frekwesi bobot kejadian per jam per 200 meter dari segmen jalan yang diamati, pada kedua sisi jalan.(MKJI 1997) seperti tabel berikut : Tabel 3. Penentuan tipe fekwensi kejadian hambatan samping
Tipe kejadian hambatan samping Simbol Faktor bobot
Pejalan kaki PED 0,5
Kendaraan parkir PSV 1.0
Kendaraan masuk dan keluar sisi jalan EEV 0.7
Kendaraan lambat SMV 0.4
Sumber : (MKJI 1997)
Untuk mengetahiu nilai kelas hanmbatan samping, maka tingkat hambatan samping telah dikelompokkan dalam 5 kelas dari yang sangat rendah sampai tinggi dan sangat tinggi.
Tabel 4. Nilai kelas hambatan samping
Kelas Hambatan samping (SCF) Kode Jumlah kejadian per 200 m perjam Kondisi Daerah
Sangat rendah VL <100>900 Daerah komersial; aktifitas pasar di samping jalan
Sumber : (MKJI 1997)
Dalam menentukan nilai Kelas hambatan samping digunakan rumus (MKJI 1997) :
SCF = PED + PSV + EEV + SMV
Dimana :
SFC = Kelas Hambatan samping
PED = Frekwensi pejalan kaki
PSV = Frekwensi bobot kendaraan parkir
EEV = Frekwensi bobot kendaraan masuk/keluar sisi jalan.
SMV = Frekwensi bobot kendaraan lambat
1. Faktor Pejalan Kaki.
Aktifitas pejalan kaki merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi nilai kelas hambatan samping, terutama pada daerah-daerah yang merupakan kegiatan masyarakat seperti pusat-pusat perbelanjaan. Banyak jumlah pejalan kaki yang menyebrang atau berjalan pada samping jalan dapat menyebabkan laju kendaraan menjadi terganggu. Hal ini semakin diperburuk oleh kurangnya kesadaran pejalan kaki untuk menggunakan fasilitas-fasilitas jalan yang tersedia, seperti trotoar dan tempat-tempat penyeberangan.
2. Faktor kendaraan parkir dan berhenti
Kurangnya tersedianya lahan parkir yang memadai bagi kendaraan dapat menyebabkan kendaraan parkir dan berhenti pada samping jalan. Pada daerah-daerah yang mempunyai tingkat kepadatan lalu lintas yang cukup tinggi, kendaraan parkir dan berhenti pada samping jalan dapat memberikan pengaruh terhadap kelancaran arus lalu lintas.
Kendaraan parkir dan berheti pada samping jalan akan mempengaruhi kapasitas lebar jalan dimana kapasitas jalan akan semakin sempit karena pada samping jalan tersebut telah diisi oleh kendaraan parkir dan berhenti.
3. Faktor kendaraan masuk/keluar pada samping jalan
Banyaknya kendaraan masuk/keluar pada samping jalan sering menimbulkan berbagai konflik terhadap arus lalu lintas perkotaan. Pada daerah-daerah yang lalu lintasnya sangat padat disertai dengan aktifitas masyarakat yang cukup tinggi, kondisi ini sering menimbulkan masalah dalam kelancaran arus lalu lintas. Dimana arus lalu lintas yang melewati ruas jalan tersebut menjadi terganggu yang dapat mengakibatkan terjadinya kemacetan.
4. Faktor kendaraan lambat
Yang termasuk dalam kendaraan lambat adalah becak, gerobak dan sepeda. Laju kendaraan yang berjalan lambat pada suatu ruas jalan dapat menggaggu aktifitas-aktifitas kendaraan yang yang melewati suatu ruas jalan. Oleh karena itu kendaraan lambat merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi tinggi rendahnya nilai kelas hambatan samping.
E. Tingkat Pelayanan Jalan
Tingkat pelayanan adalah suatu ukuran yang digunakan untuk mengetahui kualitas suatu ruas jalan tertentu dalam melayani arus lalu lintas yang melewatinya. Hubungan antara kecepatan dan volume jalan perlu di ketahui karena kecepatan dan volume merupakan aspek penting dalam menentukan tingkat pelayanan jalan. Apabilah volume lalu lintas pada suatu jalan meningkat dan tidak dapat mempertahankan suatu kecepatan konstan, maka pengemudi akan mengalami kelelahan dan tidak dapat memenuhi waktu perjalan yang direncanakan.
Menurut Warpani, (2002), Tingkat pelayanan adalah ukuran kecepatan laju kendaraan yang dikaitkan dengan kondisi dan kapasitas jalan.
Morlok (1991), mengatakan, ada beberapa aspek penting lainnya yang dapat mempengaruhi tingkat pelayanan jalan antara lain : kenyamanan, keamanan, keterandalan, dan biaya perjalanan (tarif dan bahan bakar). Tingkat pelayanan jalan di klasifikasikan yang terdiri dari enam (6) tingkatan yang terdiri dari Tingkat pelayanan A sampai denhan dengan tingkat pelayanan F. Selanjutnya tingkat pelayanan dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 5. Standar tingkat pelayanan jalan
Tingkat
Pelayanan jalan Kecepatan Ideal
(km/jam) Karasteristik
A > 48,00 Arus bebas, volume rendah, kecepatan tinggi, pengemudi dapat memilih kecepatan yang dikehendaki
B 40,00 – 48,00 Arus stabil, volume sesuai untuk jalan luar kota, kecepatan terbatas
C 32,00 – 40,00 Arus stabil, volume sesuai untuk jalan kota, kecepatan dipengaruhi oleh lalulintas
D 25,60 – 32,00 Mendekati arus tidak stabil, kecepatan rendah
E 22,40 – 25,60 Arus tidak stabil, volume mendekati kapasitas, kecepatan rendah
F 0,00 – 22,40 Arus terhambat, kecepatan rendah, volume di atas kapasitas, banyak berhenti
Sumber : Morlok , E. K. (1991)
F. Kinerja Simpang Bersinyal
1. Lampu Lalu Lintas
Lampu lalu lintas adalah peralatan yang dioperasikan secara mekanis, atau electrik untuk memerintahkan kendaraan-kendaraan agar berhenti atau berjalan. Peralatan standar ini terdiri dari sebuah tiang, dan kepala lampu dengan tiga lampu yang warnanya beda (merah, kuning, hijau)
Tujuan dari pemasangan lampu lalu lintas MKJI (1997) adalah :
a. Menghindari kemacetan simpang akibat adanya konflik arus lalu lintas yang berlawnan, sehingga kapasitas persimpangan dapat dipertahankan selama keadaan lalu lintas puncak.
b. Menurunkan tingkat frekwensi kecelakaan
c. Mempermudah menyeberangi jalan utama bagi kendaraan dan/ atau pejalan kaki dari jalan minor.
Lampu lalu lintas dipasang pada suatu persimpangan berdasarkan alasan spesifik ( C. Jotin Khisty and B. Ken Lall, 2003 ) :
a. Untuk meningkatkan keamanan sistem secara keseluruhan.
b. Untuk mengurangi waktu tempuh rata-rata disebuah persimpangan, sehingga meningkatkan kapasitas.
c. Untuk menyeimbangkan kualitas pelayanan di seluruh aliran lalu lintas.
Pengaturan simpang dengan sinyal lalu lintas termasuk yang paling efektif, terutama untuk volume lalu lintas pada kaki simpang yang relatif tinggi. Pengaturan ini dapat mengurangi atau menghilangkan titik konflik pada simpang dengan memisahkan pergerakan arus lalu lintas pada waktu yang berbeda (Alamsyah, 2005)
Beberapa istilah yang digunakan dalam operasional lampu persimpangan bersinyal (Liliani, 2002)) :
a. Siklus, urutan lengkap suatu lampu lalu lintas
b. Fase (phase), adalah bagian dari suatu siklus yang dialokasikan untuk kombinasi pergerakan secara bersamaan.
c. Waktu Hijau Efektif, adalah periode waktu hijau yang dimanfaatkan pergerakan pada fase yang bersangkutan.
e. Waktu Antar Hijau, waktu antara lampu hijau untuk satu fase dengan awal lampu hijau untuk fase lainnya.
f. Rasio Hijau, perbandingan antara waktu hijau efektif dan panjang siklus.
g. Merah Efektif, waktu selama suatu pergerakan atau sekelompok pergerakan secara efektif tidak diijinkan bergerak, dihitung sebagai panajng siklus dikurangi waktu hijau efektif.
h. Lost Time, waktu hilang dalam suatu fase karena keterlambatan start kendaraan dan berakhirnya tingkat pelepasan kendaraan yang terjadi selama waktu kuning.
2. Geometrik Persimpangan
Geometrik persimpangan merupakan dimensi yang nyata dari suatu persimpangan. Oleh karenanya perlu di ketahui beberapa defenisi berikut ini :
1. Approach (kaki persimpangan), yaitu daerah pada persimpangan yang digunakan untuk antrian kendaraan sebelum menyeberangi garis henti.
2. Approach width (WA) yaitu lebar approach atau lebar kaki persimpangan
3. Entry Width (Qentry) yaitu lebar bagian jalan pada approach yang digunakan untuk memasuki persimpangan, diukur pada garis perhentian
4. Exit width (Wexit) yaitu lebar bagian jalan pada approach yang digunakan kendaraan untuk keluar dari persimpangan
5. Width Left Turn On Red (WLTOR) yaitu lebar approach yang digunakan kendaraan untuk belok kiri pada saat lampu merah
Untuk kelima hal tersebut diatas dapat dilihat dalam gambar berikut :
Gambar 4. Geometrik Persimpangan Dengan Lampu Lalu Lintas
6. Effective approach width (We) yaitu lebar efektif kaki persimpangan yang dijelaskan dalam gambar berikut : (MKJI 1997)
a) untuk approach tipe O dan P
Gambar 5. Lebar Efektif Kaki Persimpangan
jika WLTOR > 2 m, maka : We = WA – WLTOR atau
We = Wentry, (digunakan nilai terkecil)
jika WLTOR < we =" WA" we =" Wentry," wexit =" Wentry" prt =" rasio" plt =" rasio" pltor =" rasio" lav =" jarak" lev =" panjang" vav =" kecepatan" vav ="10" vev =" 10" lev =" 5" lti =" " i =" " q =" QST)"> 250 smp/jam :
QRT < qrto =" 250" s =" SPROV-(QRTO"> 250 smp/jam : a. Tentukan SPROV pada QRTO dan QRT = 250
b.Tentukan S sesungguhnya sebagai
S = SPROV - (QRTO + QRT – 500) x 2
- Jika QRTO <> 250 smp/jam : tentukan S seperti pada QRT = 250
2. Lajur belok kanan terpisah
- Jika QRTO > 250 smp/jam :
QRT <> 250 smp/jam : Tentukan SPROV pada QRTO dan QRT = 250
- Jika QRTO <> 250 smp/jam : tentukan S dengan ekstrapolasi.
3. Faktor-Faktor Penyesuaian
Faktor-faktor penyesuaian untuk nilai arus jenuh dasar pada kedua tipe pendekat P dan O adalah sebagai berikut :
a. Faktor penyesuaian ukuran kota ditentukan dengan tabel berikut sebagai fungsi dari ukuran kota.
Tabel 7. Faktor Penyesuaian Ukuran Kota
Penduduk kota
(juta jiwa) Faktor penyesuaian ukuran kota
(Fcs)
> 3.0
1.0 – 3.0
0.5 – 1.0
0.1 – 0.5
<> 0.25
Komersial Tinggi
Sedang
Rendah
Terlawan
Terlindung
Terlawan
Terlindung
Terlawan
terlindung 0.93
0.93
0.94
0.94
0.95
0.95 0.88
0.91
0.89
0.92
0.90
0.93 0.84
0.88
0.85
0.89
0.86
0.90 0.79
0.87
0.80
0.88
0.81
0.89 0.74
0.85
0.75
0.86
0.76
0.87 0.7
0.81
0.71
0.82
0.72
0.83
Pemukiman Tinggi
Sedang
Rendah
Terlawan
Terlindung
Terlawan
Terlindung
Terlawan
terlindung 0.96
0.96
0.97
0.97
0.98
0.98 0.91
0.94
0.92
0.95
0.93
0.96 0.86
0.92
0.87
0.93
0.88
0.94 0.81
0.89
0.82
0.90
0.83
0.91 0.78
0.86
0.79
0.87
0.80
0.88 0.72
0.84
0.73
0.85
0.74
0.86
Akses terbatas Tinggi/sedng/rendah Terlawan
terlindung 1.00
1.00 0.95
0.98 0.90
0.95 0.85
0.93 0.80
0.90 0.75
0.88
Sumber : MKJI (1997)
c. Faktor penyesuaian kelandaian sebagai fungsi dari kelandaian (MKJI 1997)
d. Faktor penyesuian parkir sebagai fungsi jarak dari garis henti sampai kendaraan yang diparkir pertama. Faktor ini juga dapat dihitung dari rumus berikut :
Fp = ( Lp/3 – (WA - 2) x (Lp/3 – g) / WA / g …. (8)
Dimana :
Lp = jarak antara garis henti dan kendaraan yang diparkir pertama (m) atau panjang dari lajur pendek
WA = lebar pendekat (m)
g = waktu hijau pada pendekat
1. Faktor-faktor penyesuaian untuk nilai arus jenuh dasar untuk pendekat tipe P adalah sebagai berikut : (MKJI, 1997)
a. Faktor penyesuaian belok kanan (FRT) dapat ditentukan sebagai fungsi dari rasio kendaraan belok kanan PRT. Untuk pendekat tipe P, tanpa median, jalan dua arah, lebar efektif ditentukan oleh lebar masuk
FRT = 1.0 + PRT x 0.26…………………… (9)
b. Faktor penyesuaian belok kiri (FLT) ditentukan sebagai fungsi dari rasio belok kiri PLT. Untuk pendekat tipe P, tanpa LTOR, lebar efektif ditentukan oleh lebar masuk
FLT = 1.0 – PLT x 0.16……………… … (10)
4. Arus Jenuh
Sebuah studi tentang bergeraknya kendaraan melewati garis henti disebuah persimpangan menunjukkan bahwa ketika lampu hijau mulai menyala, kendaraan membutuhkan waktu beberapa saat untuk mulai bergerak dan melakukan percepatan menuju kecepatan normal, setelah beberapa detik, antrian kendaraan mulai bergerak pada kecepatan yang relative konstan, ini disebut Arus jenuh.
MKJI menjelaskan Arus jenuh biasanya dinyatakan sebagai hasil perkalian dari arus jenuh dasar (So) yaitu arus jenuh pada keadaan standar, dengan faktor penyesuaian (F) untuk penyimpangan dari kondisi sebenarnya, dari suatu kumpulan kondisi-kondisi (ideal) yang telah ditetapkan sebelumnya.
S = So x Fcs x FSF x FG x FP x FRT x FLT (11)
Dimana :
So = Arus jenuh dasar
Fcs = Faktor penyesuaian ukuran kota, berdasarkan jumlah penduduk.
FRsu = Faktor penyesuaian tipe lingkungan jalan dan hambatan samping.
FG = Faktor Kelandaian Jalan.
Fp = Faktor penyesuaian parkir.
Flt = Faktor penyesuaian belok kiri
Frt = Faktor penyesuaian belok kanan
5. Rasio Arus
Ada beberapa langkah dalam menentukan rasio arus jenuh yaitu :
a. Arus lalu lintas masing-masing pendekat (Q)
1. Jika We = Wkeluar, maka hanya gerakan lurus saja yang dimasukkan dalam nilai Q
2. Jika suatu pendekat mempunyai sinyal hijau dalam dua fase, yang satu untuk arus terlawan (Q) dan yang lainnya arus terlindung (P), maka gabungan arus lalu lintas sebaiknya dihitung sebagai smp rata-rata berbobot untuk kondisi terlawan dan terlindung dengan cara yang sama seperti pada perhitungan arus jenuh.
b. Rasio arus (FR) masing-masing pendekat :
FR = Q / S………………………… (12)
c. Menentukan tanda rasio arus kritis (FRCRLT) tertinggi pada masing-masing fase
d. Rasio arus simpang (IFR) sebagai jumlah dari nilai-nilai FRCRLT
IFR = (FRCRLT)…………………… (13)
e. Rasio fase (PR) masing-masing fase sebagai rasio antara FRCRLT dan IFR
PR = FRCRLT / IFR…………….. (14)
6. Waktu Siklus Dan Waktu Hijau
Panjang waktu siklus pada fixed time operation tergantung dari volume lalu lintas. Bila volume lalu lintas tinggi waktu siklus lebih panjang.
Panjang waktu siklus mempengaruhi tundaan kendaraan rata-rata yang melewati persimpangan. Bila waktu siklus pendek, bagian dari waktu siklus yang terambil oleh kehilangan waktu dalam periode antar hijau dan kehilangan waktu awal menjadi tinggi, menyebabkan pengatur sinyal tidak efisien. Sebaliknya bila waktu siklus panjang, kendaraan yang menunggu akan lewat pada awal periode hijau dan kendaraan yang lewat pada akhir periode hijau mempunyai waktu antara yang besar.
1. Waktu siklus sebelum penyesuaian
Waktu siklus sebelum penyesuaian (Cua) untuk pengendalian waktu tetap. (MKJI, 1997)
Cua = (1.5 x LTI + 5) / (1 – IFR)………… (15)
dimana :
Cua = waktu siklus sebelum penyesuaian sinyal (det)
LTI = waktu hilang total persiklus (det)
IFR = rasio arus simpang (FRCRLT)
Tabel di bawah ini memberikan waktu siklus yang disarankan untuk keadaan yang berbeda :
Tabel 9. Waktu siklus yang disarankan
Tipe Pengaturan Waktu Siklus Yang Layak (det)
Pengaturan dua fase
Pengaturan tiga fase
Pengaturan empat fase 40 – 80
50 – 100
80 - 130
Sumber : MKJI (1997)
2. Waktu hijau
Waktu hijau (g) untuk masing-masing fase :
gi = (Cua – LTI) x PRi…… (16)
Dimana : gi = tampilan waktu hijau pada fase I (det)
Cua = waktu siklus sebelum penyesuaian (det)
LTI = waktu hilang total persiklus
PRi = rasio fase FRCRLT / (FRCRLT)
3. Waktu siklus yang disesuaikan
Waktu siklus yang disesuaikan (c) sesuai waktu hijau yang diperoleh dan waktu hilang (LTI) :
c = g + LTI…………… (17)
Komponen-komponen waktu siklus meliputi :
a.. Waktu hijau, yaitu waktu nyala hijau pada suatu periode pendekat
(detik).
b. Waktu Kuning (Amber) adalah waktu kuning dinyalakan setelah hijau dari suatu pendekat (detik).
c. Waktu Merah semua (All Red) adalah waktu dimana sinyal merah menyala bersamaan dalam pendekat-pendekat yang dilayani oleh fase sinyal yang berlawanan.
d. Waktu Antar hijau (Intergreen) adalah periode kuning dan waktu merah semua (all red) yang merupakan transisi dari hijau ke merah untuk setiap fase sinyal.
7. Kapasitas
Kapasitas adalah jumlah maksimum arus kendaraan yang dapat melewati persimpangan jalan (intersection).
Menghitung kapasitas masing-masing pendekat :
C = S x g/c…………………………… … (18)
Dimana :
C = Kapasitas (smp/jam)
S = Arus jenuh (smp/jam)
g = Waktu hijau (detik)
c = Waktu siklus (detik)
Menghitung derajat kejenuhan masing-masing pendekat :
DS = Q / C……………………………… (19)
Dimana :
DS = Derajat kejenuhan
Q = Arus lalu lintas (smp/jam)
C = Kapsitas (smp/jam)
8. Perilaku Lalu Lintas
Dalam menentukan perilaku lalu lintas pada persimpangan bersinyal dapat ditetapkan berupa panjang antrian, jumlah kendaraan terhenti dan tundaan.
a. Panjang Antrian
1. Untuk menghitung jumlah antrian yang tersisa dari fase hijau sebelumnya digunakan hasil perhitungan derajat kejenuhan yang tersisa dari fase hijau sebelumnya. (MKJI, 1997)
Untuk DS > 0.5 :
(20)
Untuk DS < ds =" 0.5" nq1 =" 0" nq1 =" jumlah" ds =" derajat" c =" kapasitas" nq2 =" jumlah" ds =" derajat" gr =" rasio" c =" waktu" qmasuk =" arus" nq =" NQ1" c =" waktu" q =" arus" nsv =" Q" dt =" tundaan" c =" waktu" a =" ," gr =" rasio" ds =" derajat" nq1 =" jumlah" c =" kapasitas" dgj =" (1" dgj =" tundaan" psv =" rasio" pt =" rasio"> 60
Sumber : Tamin (2000)
Download File
Kamis, 08 Oktober 2009
PERENCANAAN PROPOSAL " SIMPANG CROSS BERSINYAL DENGAN METODE IHCM 1997 "
Latar Belakang
Masyarakat hidup dengan berbagai aktivitas dan rutinitas yang berbeda-beda. Diperlukan pula berbagai sarana dan prasarana guna menunjang pergerakan aktivitas dan rutinitas tersebut, salah satunya adalah sarana jalan raya. Dapat dilihat bahwa jalan raya mempunyai pengaruh besar terhadap perkembangan hidup masyarakat, dalam kehidupan social maupun ekonominya demi peningkatan taraf hidup mereka. Dapat disimpulkan bahwa jalan raya mempunyai fungsi utama sebagai prasarana untuk melayani pergerakan manusia dan barang secara aman, cepat, efektif, dan ekonomis.
Di era modern ini banyak terjadi peningkatan arus pergerakan dan juga barang, Kota Surakarta sebagai kota perdagangan tentu semakin berkembang dengan tumbuhnya berbagai macam industri. Dengan begitu sudah dapat dipastikan bahwa sarana dan prasarana harus semakin diseimbangkan, terutama mengenai transportasi. Pembangunan jalur- jalur alternatif dapat difungsikan sebagai sarana arus pergerakan demi memenuhi kebutuhan-kebutuhan masyarakat. Namun tampaknya pembangunan jalur tersebut tidak sesuai dengan ukuran arus pergerakan dan barang, sehingga jalur alternatif tidak berjalan secara optimal. Terbukti dengan masih adanya kemacetan-kemacetan lalu lintas dibeberapa titik tertentu, terutama pada jam- jam sibuk seperti di pagi hari.
Simpang merupakan titik simpul dari jaringan jalan yang mempunyai peranan penting dalam memperlancar transportasi. Dengan adanya simpang apalagi simpang yang sudah dilengkapi dengan traffic light sudah barang tentu mempermudah akses berlalulintas, sehingga waktu yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan dapat diminimalkan. Selain daripada itu simpang juga merupakan titik temu antara lintasan-lintasan pergerakan kendaraan yang berlawanan arah, dimana ruang dan waktu digunakan secara bersamaan, yang juga dapat menimbulkan kecelakaan lalu lintas.
Simpang Luwes Gladak yang terletak di Jalan Slamet Riyadi Surakarta, Jalan Kapt. Mulyadi, dan Jalan May. Sunaryo adalah salah satu dari sekian banyak simpang yang ada di Surakarta.
Persoalan-persoalan lalu lintas akan timbul pada simpang yang ada, maka sangatlah diperlukan pemikiran cermat dan sikap bijaksana untuk menanggulangi persoalan tersebut dimana keselamatan dan kelancaran berlalulintas menjadi prioritas utama.
Untuk mengetahui apa saja persoalan yang timbul dalam lalu lintas dapat dilakukan sebuah penelitian maupun survey lapangan. Persoalan tersebut biasanya masih disebabkan oleh adanya simpang yang dibawah standar geometri yang berpengaruh terhadap arus jenuh dan kinerja simpang itu sendiri.
Berdasarkan persoalan-persoalan yang timbul perlu direncanakan pengaturan tepat dan efisien dengan simpang bersinyal, dengan mempertimbangkan kepadatan lalu lintas pada jam-jam tertentu yang dapat mengakibatkan kemacetan panjang.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka dapat dibuat perumusan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana kondisi kinerja existing simpang?
2. Bagaimana kondisi kinerja simpang jika diatur dengan simpang bersinyal?
D. Batasan Masalah
Agar penelitian tidak meluas dan dapat terarah sesuai dengan tujuan penelitian, maka diberi batasan-batasan masalah yang meliputi hal-hal sebagai berikut :
1. Lokasi penelitian, yaitu di simpang Luwes Gladak (pertemuan Jl. Slamet Riyadi, Jl. Kapt. Mulyadi, Jl. May. Sunaryo)
2. Geometri persimpangan dan kondisi lingkungan berdasarkan kondisi kenyataan.
3. Jenis kendaraan yang disurvei :
a. Kendaraan ringan (LV) seperti mobil penumpang, kendaraan pribadi, dan mobil box.
b. Kendaraan berat (HV) seperti truk 2 as, truk 3 as, truk gandeng, dan bus.
c. Sepeda motor (MC).
d. Kendaraan tak bermotor seperti gerobak, sepeda, dan becak.
4. Arus lalu lintas berdasarkan jam sibuk yaitu pagi hari pukul 06.00-08.00 WIB, siang hari pukul 11.00-13.00 WIB, sore hari pukul 16.00-18.00 WIB, dan yang digunakan dalam analisa perhitungan adalah arus lalu lintas selama satu jam terpadat.
5. Ukuran kinerja simpang yang diteliti meliputi panjang antrian, kendaraan terhenti, serta tundaan yang terjadi.
6. Perhitungan kinerja existing simpang Gendengan.
7. Pedoman untuk analisa perhitungan menggunakan IHCM (1997).
E. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui kondisi kinerja existing simpang.
2. Untuk mengetahui kondisi kinerja simpang bersinyal.
F. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :
1. Memberikan informasi tentang kinerja simpang, apakah pemakai jalan yang melewati simpang dapat secara optimal tertampung atau tidak, masih mengalami kemacetan dan keterlambatan atau tidak, serta dapat memberikan perlindungan atau tidak bagi pemakai jalan agar merasa aman dan nyaman.
2. Menambah pengetahuan dalam merencanakan simpang bersinyal dengan menggunakan metode Indonesian Highway Capacity manual (1997).
G. TINJAUAN PUSTAKA
A. Simpang
Menurut O’flaherty (1997), simpang merupakan pertemuan dua jalan atau lebih dimana merupakan potensi terjadinya konflik lalu lintas. Simpang dapat dibagi berdasarkan format dasar dan segi pengaturan. Bentuk simpang berdasarkan format dasar dapat dilihat pada gambar berikut :
Bentuk simpang berdasarkan format dasar
Sumber : Transport Planning and Traffic Engeneering O’Flaherty, 1997
Dari segi pengaturan, simpang dapat dibedakan menjadi :
1. Simpang sebidang (at-grade junctions)
Menurut Hobbs (1995), simpang jalan sebidang yaitu jalan yang berpotongan pada satu bidang datar. Pada pertemuan jalan yang terdapat semua gerakan membelok, maka jumlah simpang jalan tidak boleh lebih dari 4 buah, demi kesederhanaan dalam perancangan dan pengoperasian. Hal ini untuk membatasi jumlah titik konflik dan membantu pengemudi untuk mengamati keadaan.
Jika terdapat volume lalu lintas belok kiri dan kanan yang besar, maka perlu penambahan jalur yang dapat diperoleh dengan cara pelebaran (Widening), yaitu salah satu bentuk pelebaran jalan, baik pada arus yang mendekat, arus prioritas maupun arus memotong dibutuhkan perencanaan yang lebih lengkap, termasuk kanalisasi, bundaran, rambu lalu lintas, dan pertemuan jalan tak sebidang, dapat dilihat pada gambar II.1, tipe-tipe simpang jalan sebidang.
2. Simpang tak sebidang (grade separated junctions)
Menurut Hobbs (1995), simpang jalan tak sebidang dengan atau tanpa fasilitas jalan tak sebidang (Interchange), yaitu jalan berpotongan melalui atas atau bawah. Pertemuan jalan pada jalan-jalan yang lebih penting biasanya berupa pertemuan jalan tak sebidang (Interchange, misalnya berbentuk semanggi), karena kebutuhan untuk menyediakan gerakan membelok tanpa perpotongan maka dibutuhkan tikungan yang besar dan sulit serta biasanya mahal. Pertemuan jalan tak sebidang juga membutuhkan daerah yang luas serta penempatan dan tata letaknya sangat dipengaruhi oleh topografi.
Gerakan membelok biasanya tersedia pada pertemuan jalan bebas hambatan diperkotaan dan tercapai keseimbangan antara jalur masuk dan keluar dengan gerakan yang terdapat pada jalan tersebut. Pertemuan jalan tak sebidang dengan kaki lebih dari 4 buah tidak dianjurkan karena pertimbangan biaya dan lalu lintas.
B. Pengaturan dengan lampu lalu lintas
Menurut Hobbs (1995), lampu lalu lintas merupakan alat pengatur lalu lintas yang mempunyai fungsi utama sebagai pengatur hak berjalan pergerakan lalu lintas (termasuk pejalan kaki) secara bergantian dipertemuan jalan.
Tujuan diterapkannya pengaturan dengan lampu lalu lintas adalah :
1. Merupakan pergerakan dan hak berjalan secara bergantian dan teratur.
2. Meningkatkan daya dukung pertemuan jalan dalam melayani arus lalu lintas.
3. mengurangi terjadinya kecelakaan dan kelambatan lalu lintas.
4. Mengkoordinasikan lalu lintas dibawah kondisi jarak sinyal yang cukup baik, sehingga aliran lalu lintas tetap berjalan lancar menerus pada kecepatan tertentu. Menciptakan kelompok pada arus lalu lintas yang padat untuk memberi hak berjalan, arus lalu lintas lain (seperti sepeda, pejalan kaki) memasuki persimpangan dan menciptakan iring-iringan (platoon) pada arus lalu lintas padat.
5. Memberikan mekanisme pengaturan lalu lintas yang lebih efektif dan murah dibandingkan pengaturan manual.
6. Memberikan rasa percaya kepada pengemudi bahwa hak berjalannya terjamin dan menumbuhkan sikap disiplin diri.
C. Arus Lalu Lintas
Menurut IHCM (1997), arus lalu lintas adalah jumlah unsur lalu lintas yang melalui titik tak terganggu dihulu, pendekat per satuan waktu, dinyatakan dalam kendaraan/jam atau smp/jam. Nilai harus lalu lintas (Q) mencerminkan komposisi arus lalu lintas dalam satuan mobil penumpang (smp). Ekivalensi mobil penumpang (emp) dapat diturunkan secara empiris untuk setiap tipe kendaraan sebagai berikut :
1. Kendaraan ringan / Light Vehicle (LV)
Meliputi mobil penumpang, minibus, truk pick up, dan jeep.
2. Kendaraan berat / Heavy Vehicle (HV)
Meliputi truk 2 as, truk 3 as dan bus
3. Sepeda motor
Meliputi sepeda motor dan kendaraan roda 3
4. Kendaraan tak bermotor (UM)
Meliputi sepeda, becak, kereta kuda dan kereta dorong.
Menurut Sukirman (1994), arus lalu lintas disebut sebagai volume lalu lintas, yaitu jumlah kendaraan yang melintasi satu titik pengamatan dalam satuan waktu (hari, jam, menit). Dimana perkerasan jalan yang lebih lebar dibutuhkan pada volume lalu lintas yang tinggi, karena apabila jalan yang terlalu lebar dipergunakan untuk volume lalu lintas rendah akan cenderung membahayakan, pengemudi dapat mempercepat laju kendaraannya, sedangkan situasi jalan tidak dapat dipastikan begitu saja.
Volume lalu lintas dapat dinyatakan dalam :
1. Lalu lintas harian rata-rata (Average Daily Traffic / ADT)
Jumlah satuan volume lalu lintas lebih dari satu hari dan kurang dari satu tahun dibagi dengan jumlah hari dalam periode tertentu.
2. Lalu lintas harian rata-rata tahunan (Average Annual Daily Traffic / AADT)
Jumlah volume lalu lintas dalam satu tahun dibagi jumlah hari dalam tahun tersebut.
Dari uraian diatas, untuk perencanaan jalan raya termasuk informasi-informasi yang dibuthkan haruslah relevan antara volume sekarang dan volume yang akan datang.
D. Arus Jenuh
Menurut Warpani (1988), salah satu factor penting dalam menghitung lalu lintas adalah arus jenuh menjelang persimpangan. Arus jenuh merupakan arus maksimum yang dapat melewati persimpangan dari satu arah tanpa gangguan lalu lintas. Untuk pengukuran arus jenuh biasanya dilakukan pada kendaraan dihitung perjam waktu hijau, yaitu arus bila suatu antrian kendaraan kontinyu dikeluarkan pada 100% warna hijau.
E. Siklus Jenuh
Menurut IHCM (1997), suatu siklus disebut jenuh apabila pada cakhir siklus (akhir nyala hijau) masih terdapat kendaraan antri, yang dimaksud satu siklus disini adalah pengulangan waktu nyala merah ke merah lagi.
Model keberangkatan kendaraan (melewati garis berhenti) dibuat dengan asumsi bahwa tidak ada kendaraan melewati garis berhenti pada saat lampu merah menyala efektif dan selama waktu hijau efektif kendaraan melewati garis berhenti dengan interval sebagai berikut :
1. Bila ada antrian maka interval waktu keberangkatan sama dengan saat saturation flow.
2. Bila tidak ada antrian maka interval waktu keberangkatan sama dengan interval kedatangannya.
F. Kapasitas Simpang
Menurut IHCM (1997), kapasitas adalah arus lalu lintas maksimum yang dapat dipertahankan yang dinyatakan dalam kendaraan/jam atau smp/jam. Sedangkan kapasitas simpang adalah volume lalu lintas maksimum yang dapat ditampung oleh suatu persimpangan dalam waktu satu jam, dan menjadi dasar perhitungan dalam menganalisis lalu lintas pada waktu simpang.
Perhitungan data melalui metode IHCM (1997) berdasarkan data empiris yang dikumpulkan untuk nilai derajat jenuh (DS) dibawah 1, 0 analisa simpang ini lebih dapat diandalkan bila dibandingkan dengan nilai DS di atasnya. Karena pada keadaan tersebut pengemudi lebih agresif untuk berebut menguasai seluruh ruang yang mungkin diperolehnya didaerah konflik. Hal ini mengandung resiko yang cukup tinggi untuk terjadi saling menutup dan saling mengunci sehingga terjadi keadaan macet total.
G. Satuan Mobil Penumpang
Setiap jenis kendaraan mempunyai karakteristik pergerakan yang berbeda, karena dimensi, kecepatan, percepatan, maupun kemampuan maneuver masing-masing tipe kendaraan berbeda-beda disamping juga pengarug geometric jalan. Untuk menyamakan satuan dari masing-masing jenis kendaraan digunakan suatu satuan yang bisa dipakai dalam perencanaan lalu lintas yang disebut satuan mobil penumpang (smp) perjam digunakan ekivalensi mobil penumpang (emp).
H. Tingkat Kinerja
Menurut IHCM (1997) tingkat kinerja adalah ukuran kuantitatif yang menerangkan kondisi operasional dari fasilitas lalu lintas seperti dinilai oleh Pembina jalan. Untuk simpang bersinyal, tingkat kinerja dinyatakan dalam panjang antrian, proporsi kendaraan terhenti dan tundaan.
I. Tahapan Penelitian
Tahapan penelitian nerupakan urutan langkah-langkah yang disusun secara sistematis dan logis berdasarkan teori yang sudah ada, guna mencapai tujuan suatu objek permasalahan, agar dalam proses penyusunannya menjadi lebih mudah.
Tahapan penulisan penelitian ini secara garis besar dapat dijabarkan sebagai berikut :
Tahap I. Survey Pendahuluan
Sebelum penelitian atau pengamatan dilapangan dilaksanakan, perlu diadakan survey pendahuluan agar dalam pelaksanaan penelitian sesungguhnya tidak banyak mengalami hambatan, yang antara lain adalah :
a. Survey untuk memilih lokasi yang aman dan memudahkan dalam pengamatan.
b. Mengamati arus lalu lintas pada kondisi maksimal atau jam puncak.
c. Penentuan jumlah tenaga survey dimana setiap lengan yang akan disurvei sedikitnya 3 surveyor untuk menghitung jumlah kendaraan.
d. Penentuan tanggal dan hari yang tepat yang diharapkan dapat mewakili hari-hari dalam satu minggu dan hari-hari dalam satu tahun.
e. Penentuan jam pelaksanaan yang tepat sehingga diharapkan dapat mewakili konodisi arus lalu lintas jam puncak.
Tahap II. Penyusunan Formulir Penelitian
Adapun cara penyusunan formulir survey adalah sebagai berikut :
a. Formulir dibagi menjadi 4 bagian atau kolom dengan pembagian sebagai berikut :
1). Kendaraan ringan (LV) : Kendaraan bermotor ber as 2 dengan 4 roda (meliputi : mobil penumpang, mikro bus, pick up,mobil pribadi, mikro truk sesuai klasifikasi Bina Marga).
2). Kendaraan berat (HV) : Kendaraan bermotor dengan lebih dari 4 roda (meliputi : bus, truk 2 as, truk 3 as, dan truk kombninasi sesuai klasifikasi Bina Marga).
3). Sepeda motor ( MC ) : Kendaraan bermotor dengan 2 atau 3 roda (meliputi : sepeda motor dan kendaraan beroda 3 sesuai klasifikasi bina marga).
4). Kendaraan tak bermotor1 : Kendaraan dengan roda yang digerakkan oleh orang atau hewan (meliputi : sepeda, becak, kereta kuda, dan kereta dorong sesuai dengan klasifikasi Bina Marga).
Tahap III. Persiapan
a. Alat tulis dan formulir survei, digunakan untuk mencatat hasil pengamatan.
b. Alat penunjuk waktu (Arloji dan Stopwatch), digunakan untuk menentukan waktu periode pengamatan kendaraan.
c. Alat pengukur (Roll Meter), digunakan untuk mengukur lebar jalan.
d. Pencacah (Hand Counter), digunakan untuk menghitung jumlah kendaraan yang lewat.
Tahap IV. Pelaksanaan Penelitian
Setelah diadakan persiapan dan penentuan waktu penelitian, langkah selanjutnya adalag melaksanakan penelitian, antara lain :
a. pencacahan volume kendaraan tiap arah pada semua lengan persimpagan sesuai dengan jadwal penelitian.
b. Pengukuran lebar tiap lengan dengan persimpangan
c. Pengamatan kondisi lingkungan setempat oleh peneliti dengan memperkirakan factor-faktor lingkungan yang berkaitan.
Tahap V. Perencanaan dan Pembahasan
Setelah diperoleh data dari hasil penelitian lapangan, selanjutnya dianalisa dan dibagi dengan cara :
a. semua data volume lalu lintas dikonversikan ke dalam satuan mobil penumpang.
b. Perhitungan berpedoman pada Indonesian Highway Capacity Manual (1997).
c. Hasil dari analisis digunakan untuk merencanakan simpang dengan menggunakan sinyal dan membuat kesimpulan serta saran.
J. Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan metode observasi dan pengamatan secara langsung dilapangan. Jenis data yang digunakan adalah sebagai berikut :
1. data primer, yaitu data yang diperoleh dari hasil pengamatan langsung dilapangan, yang termasuk data primer adalah :
a. Data geometrik jalan
Data geometrik jalan diperoleh dengan mengukur lebar jalan tiap lengan persimpangan dan jumlah jalur.
b. Data arus lalu lintas jalan
Dengan mencatat semua jenis kendaraan yang melewati ruas-ruas lengan simpang yang diteliti dengan pembagian jenis kendaraan dan gerak lalu lintas.
c. Data lingkungan
Data lingkungan diperoleh dengan mengamati aktifitas disekitar persimpangan dan sepanjang jalan yang digunakan sebagai penelitian.
2. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari instansi terkait, yaitu instansi yang berhubungan dengan masalah yang menjadi obyek penelitian. Di antaranya adalah data jumlah penduduk dan peta jaringan jalan.
K. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan yang digunakan dalam Tugas Akhir ini adalah :
Bab I . Pendahuluan
1. Latar Belakang
2. Rumusan Masalah
3. Tujuan dan Manfaat Tugas Akhir
4. Batasan Masalah
5. Metodologi
6. Pengumpulan Data
Bab II. Tinjauan Pustaka
Bab ini menguraikan tentang tinjauan pustaka.
Bab III. Landasan Teori
Bab ini menguraikan tentang dasar – dasar teori, kerangka pikiran.
Bab IV. Metode Penelitian
Bab ini berisikan tentang metode penelitian, pengumpulan data, tahap penelitian jalan simpang Gendengan.
Bab V. Perencanaan dan Pembahasan
Bab ini berisikan tentang kondisi existing, kondisi kinerja existing simpang, pembahasan.
Bab VI. Kesimpulan
Bab ini berisikan tentang kesimpulan dari hasil analisa kinerja simpang Cross Luwes Gladak, Surakarta.
PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
Masyarakat hidup dengan berbagai aktivitas dan rutinitas yang berbeda-beda. Diperlukan pula berbagai sarana dan prasarana guna menunjang pergerakan aktivitas dan rutinitas tersebut, salah satunya adalah sarana jalan raya. Dapat dilihat bahwa jalan raya mempunyai pengaruh besar terhadap perkembangan hidup masyarakat, dalam kehidupan social maupun ekonominya demi peningkatan taraf hidup mereka. Dapat disimpulkan bahwa jalan raya mempunyai fungsi utama sebagai prasarana untuk melayani pergerakan manusia dan barang secara aman, cepat, efektif, dan ekonomis.
Di era modern ini banyak terjadi peningkatan arus pergerakan dan juga barang, Kota Surakarta sebagai kota perdagangan tentu semakin berkembang dengan tumbuhnya berbagai macam industri. Dengan begitu sudah dapat dipastikan bahwa sarana dan prasarana harus semakin diseimbangkan, terutama mengenai transportasi. Pembangunan jalur- jalur alternatif dapat difungsikan sebagai sarana arus pergerakan demi memenuhi kebutuhan-kebutuhan masyarakat. Namun tampaknya pembangunan jalur tersebut tidak sesuai dengan ukuran arus pergerakan dan barang, sehingga jalur alternatif tidak berjalan secara optimal. Terbukti dengan masih adanya kemacetan-kemacetan lalu lintas dibeberapa titik tertentu, terutama pada jam- jam sibuk seperti di pagi hari.
Simpang merupakan titik simpul dari jaringan jalan yang mempunyai peranan penting dalam memperlancar transportasi. Dengan adanya simpang apalagi simpang yang sudah dilengkapi dengan traffic light sudah barang tentu mempermudah akses berlalulintas, sehingga waktu yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan dapat diminimalkan. Selain daripada itu simpang juga merupakan titik temu antara lintasan-lintasan pergerakan kendaraan yang berlawanan arah, dimana ruang dan waktu digunakan secara bersamaan, yang juga dapat menimbulkan kecelakaan lalu lintas.
Simpang Luwes Gladak yang terletak di Jalan Slamet Riyadi Surakarta, Jalan Kapt. Mulyadi, dan Jalan May. Sunaryo adalah salah satu dari sekian banyak simpang yang ada di Surakarta.
Persoalan-persoalan lalu lintas akan timbul pada simpang yang ada, maka sangatlah diperlukan pemikiran cermat dan sikap bijaksana untuk menanggulangi persoalan tersebut dimana keselamatan dan kelancaran berlalulintas menjadi prioritas utama.
Untuk mengetahui apa saja persoalan yang timbul dalam lalu lintas dapat dilakukan sebuah penelitian maupun survey lapangan. Persoalan tersebut biasanya masih disebabkan oleh adanya simpang yang dibawah standar geometri yang berpengaruh terhadap arus jenuh dan kinerja simpang itu sendiri.
Berdasarkan persoalan-persoalan yang timbul perlu direncanakan pengaturan tepat dan efisien dengan simpang bersinyal, dengan mempertimbangkan kepadatan lalu lintas pada jam-jam tertentu yang dapat mengakibatkan kemacetan panjang.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka dapat dibuat perumusan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana kondisi kinerja existing simpang?
2. Bagaimana kondisi kinerja simpang jika diatur dengan simpang bersinyal?
D. Batasan Masalah
Agar penelitian tidak meluas dan dapat terarah sesuai dengan tujuan penelitian, maka diberi batasan-batasan masalah yang meliputi hal-hal sebagai berikut :
1. Lokasi penelitian, yaitu di simpang Luwes Gladak (pertemuan Jl. Slamet Riyadi, Jl. Kapt. Mulyadi, Jl. May. Sunaryo)
2. Geometri persimpangan dan kondisi lingkungan berdasarkan kondisi kenyataan.
3. Jenis kendaraan yang disurvei :
a. Kendaraan ringan (LV) seperti mobil penumpang, kendaraan pribadi, dan mobil box.
b. Kendaraan berat (HV) seperti truk 2 as, truk 3 as, truk gandeng, dan bus.
c. Sepeda motor (MC).
d. Kendaraan tak bermotor seperti gerobak, sepeda, dan becak.
4. Arus lalu lintas berdasarkan jam sibuk yaitu pagi hari pukul 06.00-08.00 WIB, siang hari pukul 11.00-13.00 WIB, sore hari pukul 16.00-18.00 WIB, dan yang digunakan dalam analisa perhitungan adalah arus lalu lintas selama satu jam terpadat.
5. Ukuran kinerja simpang yang diteliti meliputi panjang antrian, kendaraan terhenti, serta tundaan yang terjadi.
6. Perhitungan kinerja existing simpang Gendengan.
7. Pedoman untuk analisa perhitungan menggunakan IHCM (1997).
E. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui kondisi kinerja existing simpang.
2. Untuk mengetahui kondisi kinerja simpang bersinyal.
F. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :
1. Memberikan informasi tentang kinerja simpang, apakah pemakai jalan yang melewati simpang dapat secara optimal tertampung atau tidak, masih mengalami kemacetan dan keterlambatan atau tidak, serta dapat memberikan perlindungan atau tidak bagi pemakai jalan agar merasa aman dan nyaman.
2. Menambah pengetahuan dalam merencanakan simpang bersinyal dengan menggunakan metode Indonesian Highway Capacity manual (1997).
G. TINJAUAN PUSTAKA
A. Simpang
Menurut O’flaherty (1997), simpang merupakan pertemuan dua jalan atau lebih dimana merupakan potensi terjadinya konflik lalu lintas. Simpang dapat dibagi berdasarkan format dasar dan segi pengaturan. Bentuk simpang berdasarkan format dasar dapat dilihat pada gambar berikut :
Bentuk simpang berdasarkan format dasar
Sumber : Transport Planning and Traffic Engeneering O’Flaherty, 1997
Dari segi pengaturan, simpang dapat dibedakan menjadi :
1. Simpang sebidang (at-grade junctions)
Menurut Hobbs (1995), simpang jalan sebidang yaitu jalan yang berpotongan pada satu bidang datar. Pada pertemuan jalan yang terdapat semua gerakan membelok, maka jumlah simpang jalan tidak boleh lebih dari 4 buah, demi kesederhanaan dalam perancangan dan pengoperasian. Hal ini untuk membatasi jumlah titik konflik dan membantu pengemudi untuk mengamati keadaan.
Jika terdapat volume lalu lintas belok kiri dan kanan yang besar, maka perlu penambahan jalur yang dapat diperoleh dengan cara pelebaran (Widening), yaitu salah satu bentuk pelebaran jalan, baik pada arus yang mendekat, arus prioritas maupun arus memotong dibutuhkan perencanaan yang lebih lengkap, termasuk kanalisasi, bundaran, rambu lalu lintas, dan pertemuan jalan tak sebidang, dapat dilihat pada gambar II.1, tipe-tipe simpang jalan sebidang.
2. Simpang tak sebidang (grade separated junctions)
Menurut Hobbs (1995), simpang jalan tak sebidang dengan atau tanpa fasilitas jalan tak sebidang (Interchange), yaitu jalan berpotongan melalui atas atau bawah. Pertemuan jalan pada jalan-jalan yang lebih penting biasanya berupa pertemuan jalan tak sebidang (Interchange, misalnya berbentuk semanggi), karena kebutuhan untuk menyediakan gerakan membelok tanpa perpotongan maka dibutuhkan tikungan yang besar dan sulit serta biasanya mahal. Pertemuan jalan tak sebidang juga membutuhkan daerah yang luas serta penempatan dan tata letaknya sangat dipengaruhi oleh topografi.
Gerakan membelok biasanya tersedia pada pertemuan jalan bebas hambatan diperkotaan dan tercapai keseimbangan antara jalur masuk dan keluar dengan gerakan yang terdapat pada jalan tersebut. Pertemuan jalan tak sebidang dengan kaki lebih dari 4 buah tidak dianjurkan karena pertimbangan biaya dan lalu lintas.
B. Pengaturan dengan lampu lalu lintas
Menurut Hobbs (1995), lampu lalu lintas merupakan alat pengatur lalu lintas yang mempunyai fungsi utama sebagai pengatur hak berjalan pergerakan lalu lintas (termasuk pejalan kaki) secara bergantian dipertemuan jalan.
Tujuan diterapkannya pengaturan dengan lampu lalu lintas adalah :
1. Merupakan pergerakan dan hak berjalan secara bergantian dan teratur.
2. Meningkatkan daya dukung pertemuan jalan dalam melayani arus lalu lintas.
3. mengurangi terjadinya kecelakaan dan kelambatan lalu lintas.
4. Mengkoordinasikan lalu lintas dibawah kondisi jarak sinyal yang cukup baik, sehingga aliran lalu lintas tetap berjalan lancar menerus pada kecepatan tertentu. Menciptakan kelompok pada arus lalu lintas yang padat untuk memberi hak berjalan, arus lalu lintas lain (seperti sepeda, pejalan kaki) memasuki persimpangan dan menciptakan iring-iringan (platoon) pada arus lalu lintas padat.
5. Memberikan mekanisme pengaturan lalu lintas yang lebih efektif dan murah dibandingkan pengaturan manual.
6. Memberikan rasa percaya kepada pengemudi bahwa hak berjalannya terjamin dan menumbuhkan sikap disiplin diri.
C. Arus Lalu Lintas
Menurut IHCM (1997), arus lalu lintas adalah jumlah unsur lalu lintas yang melalui titik tak terganggu dihulu, pendekat per satuan waktu, dinyatakan dalam kendaraan/jam atau smp/jam. Nilai harus lalu lintas (Q) mencerminkan komposisi arus lalu lintas dalam satuan mobil penumpang (smp). Ekivalensi mobil penumpang (emp) dapat diturunkan secara empiris untuk setiap tipe kendaraan sebagai berikut :
1. Kendaraan ringan / Light Vehicle (LV)
Meliputi mobil penumpang, minibus, truk pick up, dan jeep.
2. Kendaraan berat / Heavy Vehicle (HV)
Meliputi truk 2 as, truk 3 as dan bus
3. Sepeda motor
Meliputi sepeda motor dan kendaraan roda 3
4. Kendaraan tak bermotor (UM)
Meliputi sepeda, becak, kereta kuda dan kereta dorong.
Menurut Sukirman (1994), arus lalu lintas disebut sebagai volume lalu lintas, yaitu jumlah kendaraan yang melintasi satu titik pengamatan dalam satuan waktu (hari, jam, menit). Dimana perkerasan jalan yang lebih lebar dibutuhkan pada volume lalu lintas yang tinggi, karena apabila jalan yang terlalu lebar dipergunakan untuk volume lalu lintas rendah akan cenderung membahayakan, pengemudi dapat mempercepat laju kendaraannya, sedangkan situasi jalan tidak dapat dipastikan begitu saja.
Volume lalu lintas dapat dinyatakan dalam :
1. Lalu lintas harian rata-rata (Average Daily Traffic / ADT)
Jumlah satuan volume lalu lintas lebih dari satu hari dan kurang dari satu tahun dibagi dengan jumlah hari dalam periode tertentu.
2. Lalu lintas harian rata-rata tahunan (Average Annual Daily Traffic / AADT)
Jumlah volume lalu lintas dalam satu tahun dibagi jumlah hari dalam tahun tersebut.
Dari uraian diatas, untuk perencanaan jalan raya termasuk informasi-informasi yang dibuthkan haruslah relevan antara volume sekarang dan volume yang akan datang.
D. Arus Jenuh
Menurut Warpani (1988), salah satu factor penting dalam menghitung lalu lintas adalah arus jenuh menjelang persimpangan. Arus jenuh merupakan arus maksimum yang dapat melewati persimpangan dari satu arah tanpa gangguan lalu lintas. Untuk pengukuran arus jenuh biasanya dilakukan pada kendaraan dihitung perjam waktu hijau, yaitu arus bila suatu antrian kendaraan kontinyu dikeluarkan pada 100% warna hijau.
E. Siklus Jenuh
Menurut IHCM (1997), suatu siklus disebut jenuh apabila pada cakhir siklus (akhir nyala hijau) masih terdapat kendaraan antri, yang dimaksud satu siklus disini adalah pengulangan waktu nyala merah ke merah lagi.
Model keberangkatan kendaraan (melewati garis berhenti) dibuat dengan asumsi bahwa tidak ada kendaraan melewati garis berhenti pada saat lampu merah menyala efektif dan selama waktu hijau efektif kendaraan melewati garis berhenti dengan interval sebagai berikut :
1. Bila ada antrian maka interval waktu keberangkatan sama dengan saat saturation flow.
2. Bila tidak ada antrian maka interval waktu keberangkatan sama dengan interval kedatangannya.
F. Kapasitas Simpang
Menurut IHCM (1997), kapasitas adalah arus lalu lintas maksimum yang dapat dipertahankan yang dinyatakan dalam kendaraan/jam atau smp/jam. Sedangkan kapasitas simpang adalah volume lalu lintas maksimum yang dapat ditampung oleh suatu persimpangan dalam waktu satu jam, dan menjadi dasar perhitungan dalam menganalisis lalu lintas pada waktu simpang.
Perhitungan data melalui metode IHCM (1997) berdasarkan data empiris yang dikumpulkan untuk nilai derajat jenuh (DS) dibawah 1, 0 analisa simpang ini lebih dapat diandalkan bila dibandingkan dengan nilai DS di atasnya. Karena pada keadaan tersebut pengemudi lebih agresif untuk berebut menguasai seluruh ruang yang mungkin diperolehnya didaerah konflik. Hal ini mengandung resiko yang cukup tinggi untuk terjadi saling menutup dan saling mengunci sehingga terjadi keadaan macet total.
G. Satuan Mobil Penumpang
Setiap jenis kendaraan mempunyai karakteristik pergerakan yang berbeda, karena dimensi, kecepatan, percepatan, maupun kemampuan maneuver masing-masing tipe kendaraan berbeda-beda disamping juga pengarug geometric jalan. Untuk menyamakan satuan dari masing-masing jenis kendaraan digunakan suatu satuan yang bisa dipakai dalam perencanaan lalu lintas yang disebut satuan mobil penumpang (smp) perjam digunakan ekivalensi mobil penumpang (emp).
H. Tingkat Kinerja
Menurut IHCM (1997) tingkat kinerja adalah ukuran kuantitatif yang menerangkan kondisi operasional dari fasilitas lalu lintas seperti dinilai oleh Pembina jalan. Untuk simpang bersinyal, tingkat kinerja dinyatakan dalam panjang antrian, proporsi kendaraan terhenti dan tundaan.
I. Tahapan Penelitian
Tahapan penelitian nerupakan urutan langkah-langkah yang disusun secara sistematis dan logis berdasarkan teori yang sudah ada, guna mencapai tujuan suatu objek permasalahan, agar dalam proses penyusunannya menjadi lebih mudah.
Tahapan penulisan penelitian ini secara garis besar dapat dijabarkan sebagai berikut :
Tahap I. Survey Pendahuluan
Sebelum penelitian atau pengamatan dilapangan dilaksanakan, perlu diadakan survey pendahuluan agar dalam pelaksanaan penelitian sesungguhnya tidak banyak mengalami hambatan, yang antara lain adalah :
a. Survey untuk memilih lokasi yang aman dan memudahkan dalam pengamatan.
b. Mengamati arus lalu lintas pada kondisi maksimal atau jam puncak.
c. Penentuan jumlah tenaga survey dimana setiap lengan yang akan disurvei sedikitnya 3 surveyor untuk menghitung jumlah kendaraan.
d. Penentuan tanggal dan hari yang tepat yang diharapkan dapat mewakili hari-hari dalam satu minggu dan hari-hari dalam satu tahun.
e. Penentuan jam pelaksanaan yang tepat sehingga diharapkan dapat mewakili konodisi arus lalu lintas jam puncak.
Tahap II. Penyusunan Formulir Penelitian
Adapun cara penyusunan formulir survey adalah sebagai berikut :
a. Formulir dibagi menjadi 4 bagian atau kolom dengan pembagian sebagai berikut :
1). Kendaraan ringan (LV) : Kendaraan bermotor ber as 2 dengan 4 roda (meliputi : mobil penumpang, mikro bus, pick up,mobil pribadi, mikro truk sesuai klasifikasi Bina Marga).
2). Kendaraan berat (HV) : Kendaraan bermotor dengan lebih dari 4 roda (meliputi : bus, truk 2 as, truk 3 as, dan truk kombninasi sesuai klasifikasi Bina Marga).
3). Sepeda motor ( MC ) : Kendaraan bermotor dengan 2 atau 3 roda (meliputi : sepeda motor dan kendaraan beroda 3 sesuai klasifikasi bina marga).
4). Kendaraan tak bermotor1 : Kendaraan dengan roda yang digerakkan oleh orang atau hewan (meliputi : sepeda, becak, kereta kuda, dan kereta dorong sesuai dengan klasifikasi Bina Marga).
Tahap III. Persiapan
a. Alat tulis dan formulir survei, digunakan untuk mencatat hasil pengamatan.
b. Alat penunjuk waktu (Arloji dan Stopwatch), digunakan untuk menentukan waktu periode pengamatan kendaraan.
c. Alat pengukur (Roll Meter), digunakan untuk mengukur lebar jalan.
d. Pencacah (Hand Counter), digunakan untuk menghitung jumlah kendaraan yang lewat.
Tahap IV. Pelaksanaan Penelitian
Setelah diadakan persiapan dan penentuan waktu penelitian, langkah selanjutnya adalag melaksanakan penelitian, antara lain :
a. pencacahan volume kendaraan tiap arah pada semua lengan persimpagan sesuai dengan jadwal penelitian.
b. Pengukuran lebar tiap lengan dengan persimpangan
c. Pengamatan kondisi lingkungan setempat oleh peneliti dengan memperkirakan factor-faktor lingkungan yang berkaitan.
Tahap V. Perencanaan dan Pembahasan
Setelah diperoleh data dari hasil penelitian lapangan, selanjutnya dianalisa dan dibagi dengan cara :
a. semua data volume lalu lintas dikonversikan ke dalam satuan mobil penumpang.
b. Perhitungan berpedoman pada Indonesian Highway Capacity Manual (1997).
c. Hasil dari analisis digunakan untuk merencanakan simpang dengan menggunakan sinyal dan membuat kesimpulan serta saran.
J. Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan metode observasi dan pengamatan secara langsung dilapangan. Jenis data yang digunakan adalah sebagai berikut :
1. data primer, yaitu data yang diperoleh dari hasil pengamatan langsung dilapangan, yang termasuk data primer adalah :
a. Data geometrik jalan
Data geometrik jalan diperoleh dengan mengukur lebar jalan tiap lengan persimpangan dan jumlah jalur.
b. Data arus lalu lintas jalan
Dengan mencatat semua jenis kendaraan yang melewati ruas-ruas lengan simpang yang diteliti dengan pembagian jenis kendaraan dan gerak lalu lintas.
c. Data lingkungan
Data lingkungan diperoleh dengan mengamati aktifitas disekitar persimpangan dan sepanjang jalan yang digunakan sebagai penelitian.
2. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari instansi terkait, yaitu instansi yang berhubungan dengan masalah yang menjadi obyek penelitian. Di antaranya adalah data jumlah penduduk dan peta jaringan jalan.
K. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan yang digunakan dalam Tugas Akhir ini adalah :
Bab I . Pendahuluan
1. Latar Belakang
2. Rumusan Masalah
3. Tujuan dan Manfaat Tugas Akhir
4. Batasan Masalah
5. Metodologi
6. Pengumpulan Data
Bab II. Tinjauan Pustaka
Bab ini menguraikan tentang tinjauan pustaka.
Bab III. Landasan Teori
Bab ini menguraikan tentang dasar – dasar teori, kerangka pikiran.
Bab IV. Metode Penelitian
Bab ini berisikan tentang metode penelitian, pengumpulan data, tahap penelitian jalan simpang Gendengan.
Bab V. Perencanaan dan Pembahasan
Bab ini berisikan tentang kondisi existing, kondisi kinerja existing simpang, pembahasan.
Bab VI. Kesimpulan
Bab ini berisikan tentang kesimpulan dari hasil analisa kinerja simpang Cross Luwes Gladak, Surakarta.
PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
Langganan:
Postingan (Atom)