Keberadaan persimpangan tidak dapat dihindari pada sistem transportasi perkotaan.
Hal ini pulalah yang terjadi pada kota Surabaya. Sebagai kota terbesar kedua di Indonesia
dengan jumlah penduduk mencapai lima juta jiwa pada siang hari (Agam, 2008), akan timbul
permasalahan pada saat semua orang bergerak bersamaan. Persimpangan pun menjadi salah
satu bagian yang harus diperhatikan dalam rangka melancarkan arus transportasi di
perkotaan. Oleh karena itu, keberadaaanya harus dikelola sedemikian rupa sehingga
didapatkan kelancaran pergerakan yang diharapkan.
Hal yang dapat dilakukan untuk memperoleh kelancaran pergerakan tersebut adalah
dengan menghilangkan konflik atau benturan pada persimpangan. Cara yang dapat digunakan
adalah dengan mengatur pergerakan yang terjadi pada persimpangan. Adapun fasilitas yang
dapat difungsikan adalah lampu lalu lintas (traffic light).
Meski demikian, banyaknya persimpangan yang terdapat di kota besar seperti
Surabaya mampu menimbulkan permasalahan tersendiri. Hal tersebut terjadi pada beberapa
ruas jalan yang memiliki banyak persimpangan, ditambah dengan jarak antar simpang yang
pendek. Permasalahan yang terkadang terjadi adalah kendaaraan yang harus selalu berhenti
pada tiap simpang karena selalu mendapat sinyal merah. Tentu saja hal ini menimbulkan
ketidaknyamanan pengendara, disamping lamanya tundaan yang terjadi.
Kondisi inilah yang terjadi pada Jalan Diponegoro Surabaya yang menjadi objek
studi. Dalam hal ini, Jalan Diponegoro menjadi jalan utama yang diprioritaskan
kelancarannya karena hirarkinya yang merupakan jalan arteri primer dan volumenya yang
lebih besar daripada jalan pendekat lainnya.
Terdapat empat simpang bersinyal yang berdekatan pada ruas tersebut. Keempatnya
adalah simpang antara Jalan Diponegoro dengan Jalan Ciliwung (Simpang I), Jalan
Bengawan (Simpang II), Jalan Musi (Simpang III), dan Jalan Raya Dr Soetomo (Simpang
IV). Adapun jarak antar simpang yang terdapat pada ruas Jalan Diponegoro tersebut adalah
250 meter antara simpang I dan II, 460 meter antara simpang II dan III, dan 220 meter antara
simpang III dan IV. Dengan jarak antar simpang yang dekat, pengendara kerap kali berhenti
pada tiap simpangnya karena terkena sinyal merah.
Untuk itu, perlu dilakukan analisa terhadap koordinasi keempat simpang pada ruas
Jalan Diponegoro tersebut. Penyelesaian yang dapat dilakukan adalah dengan
mengkoordinasikan sinyal lampu lalulintas pada keempat simpang. Perlakuan ini dilakukan
dengan mengutamakan jalur utama yang bervolume lebih besar sehingga dapat menghindari
tundaan akibat lampu merah. Dengan demikian, kelambatan dan antrian panjang pun dapat
diminimalisir.
Download File
Tidak ada komentar:
Posting Komentar